Bisnis.com, SYDNEY -- International Air Transport Association (IATA), asosiasi perusahaan penerbangan dunia, memprediksi total keuntungan bersih global industri penerbangan pada tahun ini sebesar US$33,8 miliar dengan margin bersih 4,1%.
Proyeksi keuntungan bersih global industri penerbangan itu mengalami koreksi dari prediksi sebelumnya yang dirilis IATA pada akhir Desember 2017, yang senilai US$38,4 miliar.
Direktur Jenderal dan CEO IATA Alexander de Juniac mengatakan industri penerbangan pada tahun ini diproyeksi membukukan keuntungan yang solid meski terjadi peningkatan biaya, utamanya bahan bakar dan tenaga kerja.
“Keuntungan yang solid akan dibukukan pada tahun ini, meski ada peningkatan biaya-biaya. Pondasi keuangan industri ini cukup kuat. Maskapai akan mendapat keuntungan yang normal. Ini memungkinkan maskapai untuk bertumbuh, membuka lapangan kerja, memperkuat neraca keuangan dan memberi apresiasi kepada investor,” ujarnya dalam pidato pembukaan IATA Annual General Meeting dan World Air Transport Summit di International Convention Centre (ICC) Sydney, Australia, Senin (4/6/2018).
Menurut de Juniac, tahun ini maskapai diproyeksikan membukukan margin bersih 4,1%, dengan tingkat pengembalian investasi sekitar 8,5%. Pada 2017, industri penerbangan mencatat keuntungan bersih global sebesar US$38 miliar atau melampaui proyeksi awal yang senilai US$34,5 miliar.
IATA memprediksi permintaan penumpang udara pada tahun ini tumbuh 7% dan kargo tumbuh 4%. Sementara itu, jumlah penumpang pesawat udara diprediksi naik menjadi 4,36 miliar atau naik 6,5% dibandingkan dengan posisi 2017 yang sebanyak 4,1 miliar penumpang.
“Ini bukan sebuah hal yang mudah di tengah berbagai perubahan pada struktur industri dan operasionalnya. Kinerja keuangan yang baik tadi belum menyebar secara luas, karena hampir separuh keuntungan industri masih dihasilkan dari Amerika Utara. Harapan kami seluruh industri mencatat kinerja keuangan yang solid,” paparnya.
IATA memproyeksi maskapai menghadapi tekanan signifikan dari meningkatnya harga minyak dunia dan biaya tenaga kerja. Asosiasi ini memprediksi secara rata-rata tahunan biaya minyak mentah Brent sekitar US$70 per barel, meningkat 27,5% dibandingkan dengan posisi 2017 yang senilai US$54,9 per barel.
Biaya bahan bakar jet diperkirakan naik menjadi US$84 per barel, naik 25,9% dari 2017. Komponen biaya bahan bakar menyerap 24,2% dari total biaya operasional maskapai.
Dalam pidatonya, de Juniac menggarisbawahi bahwa penerbangan merupakan industri yang penuh tantangan. Industri ini dihadapkan pada pajak yang tinggi, kapasitas infrastruktur yang masih terbatas, perubahan pasar, dan tuntutan buruh.
“Penerbangan berbiaya murah untuk rute jarak jauh telah menjadi nilai yang baik bagi konsumen. Ini juga menjadi dimensi baru dalam dunia kompetisi,” tambahnya.
Agenda tahunan industri penerbangan dunia ini dibuka secara resmi oleh Gubernur Jenderal Australia Peter Cosgrove dan akan berakhir pada Selasa (5/6). Ajang internasional ini dihadiri 829 delegasi dari berbagai negara.