Bisnis.com, JAKARTA – Capaian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2017 serta dipertahankannya peringkat utang Indonesia di level BBB -/A-3 dengan outlook stabil dari S&P merupakan sinyal positif bagi pasar.
Dua capaian itu menunjukan bahwa pengelolaan anggaran serta upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas fiskal dan ekonomi makro semakin kredibel.
Pengamat ekonomi dari Asia Development Bank Institute Eric Alexander Sugandi mengatakan bahwa raihan ini menunjukan buah upaya pemerintah dan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas makro, moneter serta pelaksanaan kebijakan fiskal yang prudent di tengah tekanan eksternal yang cukup kuat.
"[Raihan] ini tentu positif, terutama terhadap para investor portofolio," kata Eric Jumat (1/6/2018).
Opini WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menurut Eric lebih ke arah transparansi pengelolaan keuangan negara. Sedangkan peringkat utang, cakupannya bukan hanya pada aspek transparansi keuangan negara, melainkan juga mencakup pengelolaan APBN, pelaksanaan kebujakan fiskal dan moneter, serta hal-hal yang terkait dengan stabilitas ekonomi makro.
"Saya lihat memang pemerintah dan BI memang telah bekerja keras untuk menjaga stabilitas makro dan moneternya," jelasnya.
Baca Juga
Adapun dalam sidang paripurna yang digelar di DPR Kamis (31/5/2018) kemarin, untuk kedua kalinya BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2017.
Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan bahwa pemberian opini WTP tersebut didasarkan pada hasil pemeriksaan atas 87 laporan keuangan kementerian dan lembaga (LKKL) dan 1 LKBUN tahun 2017.
Hasil pemeriksaan ini menunjukan bahwa 79 LKKL dan I LKBUN menerima opini WTP atau persentasenya 91%. Enam LKKL mendapatkan opini wajar dengan pengecualian (WDP) yakni Kementerian Pertahanan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Komnas HAM, BPTN, Lembaga Penyiaran Publik TVRI, dan Lembaga Penyiaran Publik RRI.
Sedangkan satu kementerian dan satu lembaga kembali mendapatkan opini tidak menyatakan pendapat atau disclaime. Dua kementerian atau lembaga yang dimaksud yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Badan Keamanan Laut (Bakamla).
"Pemberian opini WTP mengandung arti bahwa pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN 2017 dalam laporan keuangan telah disajikan sesuai standar akuntansi pemerintahan," ujar Moermahadi di dalam sidang paripurna di DPR.
Meski memperoleh WTP, BPK mencatat masih ada beberapa persoalan yang mesti dituntaskan pemerintah. Delapan kementerian atau lembaga yang belum memperoleh opini WTP tercatat masih memiliki masalah dalam aspek pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), belanja barang, belanja modal, piutang bukan pajak, persediaan, hingga utang kepada pihak ketiga.
Prospek 2019
Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menanggapi pandangan fraksi-fraksi DPR terhadap kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM-PPKF) 2019 menganggap prospek ekonomi pasa 2019 cukup baik.
Bekas Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan bahwa penyusunan KEM-PPKF 2019 disusun didasarkan pada sejumlah aspek baik dinamika di level domestik maupun global.
Pemerintah, kata dia, memandang bahwa perekonomian Indonesia pada 2019 nemiliki potensi yang baik pada kisaran 5,4% - 5,8%.
Menurutnya, kinerja pertumbuhan ini didasarkan pada pada perkembangan yang terjadi pasa beberapa tahun terakhir.
"Dari sisi permintaan agregat, pertumbuhan ekonomi telah mukai ditopang oleh secara seimbang oleh empat mesin pertumbuhan yakni konsumsi, investasi, ekspor, dan belanja pemerintah," kata Sri Mulyani saat membacakan tangganpanya dalam rapat paripurna di DPR, Kamis (31/5/2018).
Meski optimis pertumbuhan bisa dicapai, pemerintah tetap mengantisipasi berbagai dinamika yang terjadi baik dari sisi domestik maupun global.
Perubahan kondisi global yang menuju a new normal, memang menciptakan gejolak dan tekanan yang berpotensi menganggu stabilitas ekonomi domestik.
"Pemerintah menyadari perlu mengambil langkah-langkah responsif untuk menghadapi risiko berlanjutnya tekanan eksternal dan dampak dari proses keseimbangan global yang baru," jelasnya.
Adapun dalam KEM-PPKF 2019, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,4% - 5,8%. Target ini oleh sebagian ekonom dianggap ambisius.
Namun demikian, sebagian lainnya menganggap bahwa target itu bisa dicapai asalkan pemerintah bisa memastikan kinerja sektor penunjang pertumbuhan sesuai target.