Bisnis.com, JAKARTA - Target defisit anggaran yang dipasang di bawah 2% pada tahun depan dianggap akan sulit tercapai. Pasalnya pada 2019, biasanya pada tahun politik belanja pemerintah jauh lebih besar dibandingkan dengan tahun-tahun biasa.
Data Kementerian Keuangan menyebutkan dalam 5 tahun belakangan ini defisit cenderung melebar. Pada 2013 defisit anggaran tercatat sebesar 2,2% dari produk domestik bruto, angka itu semakin melebar pada 2017 yang realisasi defisitnya mencapai 2,49%. Pada 2018, target defisit memang lebih rendah yakni 2,18%.
"Untuk 2019, saya pikir defisit anggaran agak lebih susah untuk dicapai, karena belanja pemerintah pada tahun politik bisa lebih besar dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya," kata Eric Alexander Sugandi, pengamat eknomi dari Asia Development Bank (ADB) Institute, Senin (21/5/2018).
Meski dari aspek defisit sulit tercapai, tetapi jika melihat kerangka asumsi makro 2019, memang ada peluang perbaikan pada tahun tersebut. Target pertumbuhan ekonomi yang dipasang pada angka 5,4% - 5,8% masih bisa dicapai, meskipun dia sendiri memprediksi realisasinya hanya pada kisaran 5,4% -5,5%.
"Asumsi ini didasarkan oleh perbaikan dari aspek pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang dibantu belanja sosial dan subsidi energi," imbuhnya.
Selain aspek dari sisi PDB dan defisit, Eric juga menyoroti asumsi inflasi yang dia nilai terlalu optimistis. Dia menganggap bahwa kenaikan harga komoditas dan melemahnya nilai tukar bisa membuat tekanan ke inflasi terutama dari sosi suplainya.
Dari aspek permintaanya, berasal dari belanja pemerintah dan rumah tangga, meskipun tekanan di demand tak sebesar di supply. "Perkiraan saya inflasi ada di angka 4,2%," jelasnya.