Bisnis.com, PADALARANG -- PT Tirta Amarta Bottling, produsen air kemasan merek Viro, telah mengurangi jumlah produksi harian seiring tersangkutnya perusahaan tersebut atas kasus kredit macet PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Berdasarkan pantauan lapangan yang dilakukan Bisnis.com, Senin (21/5/2018), lingkungan pabrik yang berlokasi di kawasan industri Cimareme, cukup sepi. Pabrik Tirta Amarta menempati komplek pabrik di Jalan Babakan Kalor, Kawasan industri Cimareme, Padalarang, Bandung Barat.
Untuk bisa mengakses langsung ke dalam pabrik, hingga kini tim Bisnis.com masih membutuhkan izin dari pihak manajemen. Namun dari beberapa pegawai bagian produksi, terdapat informasi adanya pengurangan produksi yang dilakukan perusahaan.
“Bulan lalu masih produksi 8.000 boks [satuan unit berisikan 24 botol air mineral ukuran 600ml] per hari, sekarang maksimal 5.000 boks,” kata pegawai yang enggan disebutkan namanya itu.
Informasi lainnya, pabrik tersebut mempunyai dua lini produksi.
“Namun, hanya satu yang masih aktif,” terangnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menghitung nilai kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi pembobolan kredit Bank Mandiri Commercial Banking Centre Cabang Bandung 1 oleh Tirta Amarta Bottling (TAB).
Auditor Utama Investigatif BPK I Nyoman Wara mengungkapkan total kerugian negara atas kasus tersebut yaitu sebesar Rp1,83 triliun yang merupakan tunggakan pokok dan bunga kredit yang tidak dapat dilunasi oleh debitur.
Kasus ini berawal pada 15 Juni 2015. Berdasarkan surat Nomor: 08/TABco/VI/205 Direktur PT TAB mengajukan perpanjangan dan tambahan fasilitas kredit kepada Bank Mandiri Commercial Banking Center Bandung.
Perpanjangan seluruh fasilitas mencakup Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar Rp880.600.000.000, perpanjangan dan tambahan plafon Letter of Credit (LC) sebesar Rp40 miliar sehingga total plafon LC menjadi Rp50 miliar, serta fasilitas Kredit Investasi (KI) sebesar Rp250 miliar selama 72 bulan.
Dalam dokumen pendukung permohonan perpanjangan dan tambahan fasilitas kredit terdapat data aset PT TAB yang tidak benar dengan cara dibesarkan dari aset yang nyata. Sehingga berdasarkan Nota Analisa pemutus kredit Nomor CMG.BD1/0110/2015 tanggal 30 Juni 2015 seolah-olah kondisi keuangan debitur menunjukkan perkembangan.
Dari sana, perusahaan tersebut dapat memperoleh perpanjangan dan tambahan fasilitas kredit pada 2015 sebesar Rp1,17 triliun. Selain itu, debitur PT TAB juga telah menggunakan uang fasilitas kredit yang tidak sesuai kesepakatan.
Antara lain, dana sebesar Rp73 miliar yang semestinya hanya diperkenankan untuk kepentingan KI dan KMK ternyata digunakan untuk keperluan yang dilarang untuk perjanjian kredit. Akibatnya, keuangan negara sebesar Rp1,5 triliun yang terdiri dari pokok, bunga, dan denda raib.
Dalam perkara tersebut, jaksa sudah menetapkan Direktur TAB Rony Tedy sebagai tersangka. Rony adalah pemohon kredit berupa KMK, kredit investasi, deposito, dan LC PT TAB kepada Bank Mandiri Commercial Banking Center Cabang Bandung pada 2015.