Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah mendorong investasi terpadu sektor hulu petrokimia karena Indonesia masih tergantung impor.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono menuturkan saat ini baru ada dua komitmen besar untuk masuk ke sektor hulu petrokimia. Komitmen ini berasal dari ekspansi PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP II) dan Lotte Chemical Titan.
"Kalau keduanya beroperasi pada 2023 maka kita bisa kurangi impor hingga 60% [produk petrokimia]," kata Sigit setelah mendampingi Menteri Perindustrian rapat dengan Vice Chairman of Lotte Group Huh Soo Young di Jakarta, Jumat (18/5/2018).
Saat ini Indonesia mengimpor produk kimia senilai US$20 miliar setiap tahun. Dari jumlah ini US$15 miliar di antaranya adalah produk petrokimia.
Dengan beroperasinya dua produsen hulu ini, Sigit menyebutkan akan ada peningkatan impor nafta sebagai bahan baku. Meski begitu, nilai impor ini jauh lebih kecil dibandingkan nilai tambah yang didapat industri dalam negeri.
"Impor nafta tetap, tapi bisa disubtitusi [dengan manfaat industri yang tumbuh di dalam negeri]. Sekarang kita tidak hanya impor nafta tapi ethylene dan propylene juga impor. Nah kalau itu [investasi hulu jadi] maka ethylene dan propylenenya sebagian besar tidak lagi impor," katanya.
Sigit optimistis peningkatan harga minyak dunia tidak akan menyurutkan minat investasi sektor petrokimia di Indonesia. Apalagi investor yang berencana masuk menjanjikan pengembangan industri petrokimia terpadu. Pola ini memutus metode lama saat industri petrokimia menjalankan hanya satu jenis bisnis yang kemudian membuat usahanya harus tutup.