Bisnis.com, JAKARTA-- Kementerian Perindustrian menilai pembangunan pabrik naftra cracker yang dilakukan perusahaan asing bisa mereduksi impor bahan baku petrokimia tersebut hingga 60%.
Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan Indonesia masih kekurangan nafta cracker yang menjadi bahan baku petrokimia. Selama ini pemenuhannya melalui impor.
"Lotte Chemical Titan dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk berencana membangun pabrik pengolah nafta cracker. Keduanya bisa menghasilkan bahan baku kimia berbasis nafta cracker sebanyak 3 juta ton per tahun," kata Sigit dalam rilis, Sabtu (19/5/2018).
Dia menambahkan setelah pabrik nafta cracker berproduksi, bisa disubstitusi. Bahkan, pabrik tersebut juga akan menghasilkan ethylene, propylene dan produk turunan lainnya.
Kemenperin mencatat, nafta cracker dari produksi industri nasional saat ini baru mencapai 900.000 ton per tahun, sementara permintaan dalam negeri sebanyak 1,6 juta ton. Industri petrokimia ditetapkan sebagai salah satu sektor hulu strategis karena menyediakan bahan baku untuk hampir seluruh sektor hilir, seperti industri plastik, tekstil, cat, kosmetik hingga farmasi.
Oleh karena itu, keberlanjutan dalam pembangunan industri petrokimia sangat penting bagi aktivitas ekonomi. Dengan sifatnya yang padat modal, padat teknologi, dan lahap energi, pengembangan industri petrokimia perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah.