Bisnis.com, JAKARTA— Badan Pusat Statistik (BPS mengemukakan neraca perdagangan pada April 2018 tercatat mengalami defisit US$1,63 miliar didorong oleh kenaikan impor barang konsumsi dan migas.
Direktur Utama Garuda Berjangka Ibrahim menilai pelemahan rupiah menjadi salah satu penyebab yang mengakibatkan terkereknya nilai impor migas dan nonmigas pada April 2018.
“Pelemahan rupiah salah satu penyebab mengakibatkan impor tinggi, (baik) migas dan nonmigas,” kata Ibrahim kepada Bisnis.com, Selasa (15/5/2018).
Ditambah lagi ujarnya, kemungkinan adanya peningkatan ketersediaan premium, setelah sempat terjadi kelanggkaan di sejumlah wilayah.
“Sempat premium langka, salah satunya (kemungkinan diatasi) dengan menambah impor,” kata Ibrahim.
Dia mengharapkan sejumlah langkahh diambil pemerintah untuk menstabilkan kembali rupiah, antara lain dengan intervensi BI dan Bank Indonesia menaikkan suku bunganya, dan disahkannya UU Antiteriorisme
Sementara dari global, diharapkan ada sentiment positif yaitu dari pertemuan Presiden AS dan PM China bisa menghasilkan kesepakatan ditengah terjadinya tensi perang dagang.
Seperti diketahui, neraca perdagangan pada April 2018 tercatat mengalami defisit US$1,63 miliar didorong oleh kenaikan impor barang konsumsi dan migas.
Badan Pusat Statistik mengemukakan defisit tersebut disebabkan oleh defisit migas yang mencapai US$1,1 miliar.
BPS juga mencatakan impor nonmigas kenaikannya juga cukup signifikan.
Adapun, impor bahan baku/penolong pada April 2018 mengalami peningkatan 10,73% menjadi US$11,96 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara itu, impor barang modal pada April 2018 meningkat 6,59% menjadi US$2,62 miliar dibandingkan Maret 2018.
Ekspor pada April 2018 mengalami penurunan 7,19% menjadi US$14,47 miliar dibandingkan bulan sebelumnya, dengan rincian ekspor nonmigas US$13,28 miliar dan migas US$1,19 miliar.
Angka ekspor secara keseluruhan tersebut turun 7,19% dibandingkan Maret 2018, tetapi naik 9,01% dibandingkan dengan April 2017.