Bisnis.com, JAKARTA—Institute For Development of Economics and Finance (Indef) memprediksi neraca perdagangan April 2018 diproyeksi surplus US$520 juta.
“Tren kenaikan harga komoditas, membaiknya perekonomian negara tujuan ekspor seperti AS dan China, jadi faktor pendorong kinerja ekspor. Peneliti Ekonom Indef Bhima Yudhistira kepada Bisnis.com, Selasa (15/5/2018).
Namun ujarnya, perlu mewaspadai adanya penurunan terutama produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Mengingat sepanjang kurtal I/2018 nilai ekspor CPO menurun drastis 17,3% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Bhima mengemukakan penurunan ekspor CPO dipengaruhi oleh proteksi dagang berupa kenaikan bea masuk terutama dari India, dan sikap sejumlah peritel di Eropa yang menghentikan penjualan produk yang mengandung sawit.
“Porsi ekspor komoditas mentah masih cukup besar dari total ekspor Indonesia, sehingga rentan terhadap hambatan dagang di negara tujuan ekspor,” kata Bhima.
Sementara dari sisi impor ujarnya, menjelang Ramadan terdapat faktor musiman meningkatnya impor terutama barang konsumsi. Selain itu imbas libur Lebaran yang panjang membuat pelaku usaha melakukan impor bahan baku lebih cepat.
“Perilaku ini juga disebabkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah diprediksi akan terus berlanjut hingga akhir tahun sehingga importir melakukan antisipasi dengan mempercepat impor,” kata Bihima.
Hal lain yang jadi penyebab penurunan surplus adalah defisit neraca migas selama kuartal I/2018 terus membengkak, ada kenaikan US$100 juta dibandingkan kuartal sama tahun sebelumnya. Jan-Maret defisit neraca migas mencapai US$2,7 miliar.
“Kebutuhan BBM semakin besar, sementara lifting minyak terus menurun. Akhirnya ketergantungan impor ditengah kenaikan harga minyak mentah dunia menjadikan kualitas neraca dagang tidak sehat,” kata Bhima.
Seperti diketahui, neraca Perdagangan Maret 2018 tercatat mengalami surplus sebesar US$1,09 miliar. Surplus ini merupakan surplus pertama sejak Januari 2018 (Bisnis.com, 16 April 2018).
2016 sebesar US$510 juta," kata Kecuk, Senin (16/4).
Nilai ekspor Maret 2018 mencapai US$15,58 miliar atau naik 10,24% dari bulan sebelumnya.Nilai ekspor tersebut ditopang oleh ekspor nonmigas yang mencapai yang tumbuh 11,77%. Sementara itu, ekspor migas turun 3,61%. Penurunan ekspor migas ini disebabkan oleh turunnya nilai ekspor gas sebesar 9,67%.
Sementara itu, ekspor nonmigas Maret 2018 tercatat sebesar dipicu oleh pertumbuhan ekspor pertanian dan pertambangan yang meningkat masing-masing sebesar 20,01% dan 22,66% menjadi US$280 juta dan US2,78 miliar.
Peningkatan ekspor pertambangan yang signifikan ini ditopang oleh komoditas batu bara yang tumbuh 24% dan biji tembaga sebesar 36%.
Adapun, nilai impor Maret 2018 mencapai US$14,49 miliar atau naik 2,13% dibandingkan posisi Februari 2018. Kenaikan impor terjadi kenaikan impor migas dan nonmigas sebesar masing-masing 1,24% dan 2,30%.
Sementara itu, impor barang konsumsi turun 12,80% menjadi US$1,20 miliar disebabkan berakhirnya masa impor beras pemerintah. Adapun, impor kurma mengalami kenaikan 86% dibandingkan Februari 2018. Impor ini begerak seiring puasa yang akan jatuh pada Mei 2018.