Bisnis.com, JAKARTA – DPD Real Estate Indonesia (REI) DKI Jakarta telah berkontribusi membangun kurang lebih 1.500 unit rumah MBR pada kuartal satu 2018.
Ketua DPD REI DKI Jakarta Amran Nukman mengatakan capaian pada kuartal satu 2018 tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan 2017.
“Kuartal satu 2017 kurang lebih sama lah. Kami harapkan sampai akhir tahun terkumpul dan bertambah sekitar 5% sampai dengan 7% ya walaupun keadaan lagi sulit. Kami harapkan sama atau tambah,” ujar Amran kepada Bisnis, Minggu (6/5/2018).
Namun, Amran menjelaskan pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tersebut lokasinya berada di Bodetabek bukan di Jakarta tetapi tetap dengan pengembang wilayah DKI Jakarta.
REI DKI Jakarta, katanya, tidak terlalu fokus pada pembangunan rumah MBR karena mayoritas pengembang Jakarta lebih mengembangkan kawasan komersial yang mayoritas menyasar menengah ke atas sehingga kurang dalam kontribusi pembangunan rumah MBR.
“Kami ini kan institusi bisnis. Marginnya itu [mengembangkan rumah MBR] tidak seberapa. Urusannya sama, malah mungkin lebih pusing yang harga Rp130 juta. Izin sama, bangun sama, pilih kontraktor sama, bahkan harga pembelian tanahnya kadang mirip,” kata Amran.
Baca Juga
Kendati demikian, DPD REI DKI Jakarta tetap mendukung program Pemprov DKI Jakarta terkait rumah DP 0%. Dari total sekitar 400 anggota REI Jakarta, hanya terdapat 21 pengembang yang telah berkomitmen mendukung dan membangun rumah dengan program tersebut.
Amran menjelaskan diperlukan bantuan insentif dari pemerintah untuk menggerakkan penyedian perumahan dari para pengembang.
“Tanah itu sebagai bahan baku dapur pengembang. Sepanjang tidak bisa dikendalikan, sedikit aneh kalau harga dasar tidak dibatasi, tetapi harga jualnya dibatasi. Tidak boleh di atas Rp150 juta, harga lahannya saja sudah berapa? Kalo naik terus gimana? Oleh karena itu jadi tidak menarik untuk pengembang,” papar Amran.
Mencari lahan di Jakarta dengan harga di bawah Rp5 juta per meter persegi semakin sulit, mayoritas harga lahan di Jakarta sudah berada di angka Rp15 juta per meter persegi bahkan lebih.
Oleh karena itu, dengan harga lahan yang semakin meningkat akan lebih sulit dan semakin tidak memugkinkan untuk mencapai rumah MBR yang dipatok harga dibawah Rp150 juta per unit.
Amran menerangkan solusi dari perihal tersebut adalah dengan membangun rumah susun vertikal untuk MBR. “Pikiran masyarakat harus terbuka bahwa hunian yang terjangkau itu di Jakarta harus ke atas. Ke rusun,” tuturnya.
Amran menambahkan bahwa pembangunan rusun mbr juga harus tetap memikirkan luasan serta dampak dan risikonya. Luasan rusun yang lebih kecil dibandingkan dengan rumah tapak, akan sangat tidak ideal jika dibangun dengan tipe studio yang akan dihuni oleh satu keluarga yang memiliki dua anak.
Dampak sosial yang dihasilkan besar bahkan cenderung negatif, sehingga pembangunan rumah susun, katanya, harus dengan tipe minimal terdiri dari dua kamar.