Bisnis.com, JAKARTA – Tahun ini sampai 2019, diprediksi akan menjadi tahun properti untuk para pembeli pertama karena kecenderungan wait and see dari para investor.
Head of Marketing Rumah.com, Ike Hamdan mengatakan saat ini para pengembang memang banyak diuntungkan dengan suku bunga yang stabil sehingga para pembeli rumah tidak menunda pembelian. Menurut Ike, investor bukan pembeli rumah perdana. Alasannya, kebutuhan dasar para investor sudah terpenuhi, sementara first home buyer memiliki kebutuhan yang tidak bisa ditunda.
“Kalau investor mereka kebutuhan dasar sudah terpenuhi, untuk beli rumah sebagai tempat tinggal sudah lewat jadi melihat properti sebagai instrumen investasi. Jadi bisa properti masih belum yakin investasi, dia punya deposito. Jadi mungkin karena ada opsi, kalau pertama kali kan tidak bisa menunggu,” papar Ike kepada Bisnis, Minggu (6/5/2018).
Menurut Ike, perhitungan short-term return dari investasi properti juga menjadi pertimbangan sebelum memutuskan transaksi properti. Menurut Ike, sejumlah investasi lain menawarkan short-term return yang lebih cair dan cepat, ketimbang properti yang memakan waktu lebih lama.
“Mungkin short-term return belum keliatan, sementara kalau di saham sudah keliatan, lebih liquid, kenapa entrance properti karena relatif lama,” ungkap Ike.
Ike menjelaskan, rencana Bank Indonesia menaikkan suku bunga sebagai upaya penyesuaian dengan rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika, The Fed, berpotensi mengubah pola konsumsi pada properti. Dia menilai potensi penurunan pembelian bisa diatasi dengan cara pengembang memberi stimulus lain kepada konsumen.
Baca Juga
“Misalnya DP [down payment/uang muka] yang dicicil pada waktu beli rumah. DP dicicil maksimum tiga kali, sekarang kasih sampai dua tahun jadi bisa banyak. Betul, ada kemungkinan dengan tekanan terhadap rupiah ada menaikkan suku bunga,” jelas Ike.
Ekonom Permata Bank Josua Pardede menyatakan suku bunga Bank Indonesia masih akan stabil walaupun kemarin sempat terfluktuasi rupiah. Menurut dia, kondisi makro ekonomi masih stabil dan salah satunya juga tentang inflasi sehingga ekspektasi terjaga.
“Selama inflasi terjaga dan ekspektasi rupiah stabil suku bunga kebijakan tidak perlu naik karena kebijakan ini bisa mendukung momentum pertumbuhan. Tren ini baru mulai sejak 2016, dengan suku bunga kebijakan masih konsisten menjaga pertumbuhan dan mensupportnya,” terang Ike.
Dia memprediksi penyesuaian suku bunga kemungkinan terjadi pada akhir tahun ini. Josua beralasan, ada kemungkinan bank sentral Amerika menaikkan suku bunga tahun depan. Pada kuartal pertama tahun ini meningkat karena pembayaran dividen.
“Jadi harapannya, dengan sentimen arahnya sudah semakin jelas. Kalau sudah semakin jelas saya pikir sentimen sudah mulai normal dan mereda. Sehingga suku bunga masih bisa bertahan dan perbankan diharapkan tidak ada adjustment yang signifikan. Tahun depan ada potensi, inflasi naik setelah pemilu legislatif,” kata Josua.