Bisnis.com, JAKARTA – Perum Bulog tidak akan turut serta dalam upaya untuk menurunkan harga bawang putih karena tidak memiliki cadangan.
Direktur Pengadaan Bulog Andrianto mengatakan pihaknya tidak akan bertindak sebagai penyangga dalam kasus bawang putih.
“Untuk bawang putih, Bulog tidak bertindak sebagai penyangga karena tidak ada cadangan pangan atau bawang pemerintah,” ungkapnya kepada Bisnis, Kamis (5/4/2018).
Menurut Andrianto, akan sulit bagi Bulog untuk melakukan operasi pasar karena tidak mempunyai cadangan untuk menurunkan harga bawang putih yang tinggi seperti saat ini.
Menurut data stastistik yang dilansir oleh Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), harga rata-rata untuk bawang putih secara nasional saat ini adalah Rp35.100 per kilogram (kg). Namun, bila ditelisik per provinsi, harga bawang putih berada di atas ambang batas dan memasuki harga tertinggi.
Per kemarin, bawang putih dengan harga tertinggi berada di Jakarta dengan nilai Rp57.500 per kg. Lalu, Maluku Utara Rp45.000 per kg, Sulawesi Utara Rp41.500 per kg, dan DI Yogyakarta Rp40.000 per kg. Sumatera Utara sebagai daerah penghasil pun berada di kisaran harga tinggi Rp40.150 per kg.
Sementara itu, Direktur Pemasaran dan Pengolahan Hasil Hortikultura Kementerian Pertanian Yasid Taufik mengatakan seharusnya tidak ada lonjakan harga karena importir sudah memberikan margin 100% dari komoditas tersebut.
“Seharusnya tidak perlu ada lonjakan harga, [pertama] karena harga pembelian importir sampai di Indonesia berkisar Rp9.500 per kg bila dijual selama ini sekitar Rp18.000 per kg di Pasar Induk Kramat Jati maka margin berkisar 100%,” terangnya.
Faktor kedua adalah rantai pasokan untuk pemasaran bawang putih impor cukup efisien dan pendek karena langsung dari importir ke pasar grosir. Besaran persentase bawang putih impor pada pasar nasional adalah 95%, sedangkan bawang putih lokal 5%.
“Pasokan bawang putih impor berdasarkan izin impor yang keluar mencapai 125.000 ton seharusnya cukup untuk memenuhi 3 bulan kebutuhan dalam negeri,” katanya.
Namun, terjadi anomali pasokan karena menurutnya terjadi penurunan pasokan secara tajam pada 2-3 April 2018 menjadi 6 ton dan 10 ton ke Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur. Kemudian, harga baru kembali normal dengan masuknya pasokan 36 ton pada 4 April dan 90 ton pada 6 April.
Menurutnya, fluktuasi pasokan bawang putih ke pasar sangat ditentukan oleh peran importir merealisasikan impornya dan upaya memasok bawang putih yang di impor ke pasar domestik. Dengan begitu, seharusnya perizinan terkait dengan impor bawang putih tidak perlu ada hambatan.
Perihal kenaikan harga bawang putih yang melonjak tajam di Jakarta Yasid mengatakan akan mengecek perkembangan harga dan pasokan di Pasar Induk Kramat Jati sebelum mengambil tindakan.