Bisnis.com, JAKARTA— Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) khawatir diperkenankannya asing langsung bekerja dengan menggunakan visa tinggal terbatas (vitas) bisa dimanfaatkan untuk melakukan perbuatan ilegal.
Sekjen OPSI sekalgigus Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengemukakan kebijakan tersebut bisa dimanfaatkan pihak asing yang bertujuan tidak baik selama berada di Indonesia.
“Dengan vitas bisa kerja dulu baru urus (izin kerja). Mempermudah, kata pemerintah. Tapi apakah nanti akan (bisa) dipergunakan hal lain. Misal kerja disnini untuk melakukan tindakan illegal,” kata Timboel kepada Bisnis, Kamis (5/4/2018).
Jika sebelumnya kehadiran langsung asing tanpa visa bisa dengan menggunakan visa on arrival (VoA), yaitu untuk tujuan lburan sekolah atau kegiatan umum lainnya.
“Tapi sekarang khusus mau kerja yang disebut vitas,” kata Timboel.
Timboel mengemukakan pada pasal 17 Perpres No. 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing disebutkan TKA bisa meminta visa tinggal terbatas (vitas) di perwakilan RI di negara asal pekerja asing tersebut. Adapun vitas tersebut merupakan bentuk persetujuan pada orang asing untuk datang dan tinggal dalam waktu terbatas di Indonesia dalam rangka bekerja.
“Vitas (urus di negara asal TKA), dan bisa kesini (Indonesia) dan langsung kerja, (Artinya) bisa kerja dulu (baru) urus izin (bekerja),” kata Timboel kepada Bisnis, Kamis (5/4/2018).
Dia mengemukakan penggunaan vitas bagi TKA yang bekerja di Indoensai merupakan pelonggaran dan menjadi kebijakan terbaru yang tertuang dalan Perpres No. 20/2018. Hal itu tidak ada pada PP No. 72/2014 yang digantikan Perpres No. 20/2018.
Ketika masih menggunakan PP No. 72/2014, asing hanya bisa masuk ke Indonesia untuk wisata selama 30 hari dengan fasilitas visa on arrival setelah tiba di Indonesia, atau mengurus visa kedatangan di negaranya.
“Visa tinggal sementara untuk bekerja. Ini dipermudah dalam PP 20,” kata Timboel.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Beleid tersebut diteken pada 26 Maret 2018. Dilansir dari laman setkab.go.id, Kamis (5/4/2018), regulasi ini dibuat atas dasar pertimbangan perlunya pengaturan kembali perizinan penggunaan tenaga kerja asing. Dengan demikian, diharapkan dapat mendukung perekonomian nasional dan memperluas kesempatan kerja melalui peningkatan investasi.
Peraturan Presiden (Perpres) ini merupakan perubahan dari Perpres Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping.
Salah satu hal yang dicantumkan dalam Perpres ini adalah penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) mesti melihat situasi di dalam negeri. Seperti dikutip Bisnis dari Perpres tersebut, dalam Pasal 2 ayat 2 disebutkan penggunaan TKA dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar di dalam negeri.
Pemberi kerja juga mesti mendahulukan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan. Hal ini disampaikan dalam Pasal 4 ayat 1 dan 2.
"Setiap pemberi kerja TKA wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan yang ada," demikian disebutkan dalam Pasal 4 ayat 1.
Sementara itu, Pasal 5 menyatakan TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan tertentu. Jabatan tertentu yang dimaksud akan ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
Berikutnya, dalam Pasal 6 disebutkan mengenai diizinkannya TKA yang sedang dipekerjakan oleh pemberi kerja TKA yang lain untuk bekerja dalam jabatan yang sama, paling lama sampai berakhirnya masa kerja sesuai kontrak dengan pemberi kerja TKA pertama.
Jenis jabatan, sektor, dan tata cara penggunaan TKA ini akan diatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Menteri.
Pasal 7 ayat 1 menyatakan setiap pemberi kerja TKA harus memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang disahkan Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk. RPTKA hanya perlu memuat paling sedikit alasan penggunaan TKA; jabatan dan/atau kedudukan TKA; jangka waktu penggunaan TKA; dan penunjukkan tenaga kerja Indonesia sebagai pendamping TKA.
Ada pula pengecualian RPTKA untuk mempekerjakan TKA yang merupakan pemegang saham yang menjabat sebagai direksi atau dewan komisaris pemberi kerja; pegawai diplomatik dan konsuler pada perwakilan negara asing; dan TKA pada jenis pekerjaan yang dibutuhkan pemerintah. Hal ini disebutkan dalam Pasal 10 ayat 1.
Untuk pekerjaan yang sifatnya darurat dan mendesak, Pasal 13 ayat 1 menerangkan bahwa pemberi kerja dapat mempekerjakan TKA dengan mengajukan permohonan pengesahan RPTKA kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk paling lama dua hari setelah TKA bekerja. Pengesahannya diberikan paling lama satu hari kerja.
Pemberi kerja TKA juga diwajibkan membayar dana kompensasi penggunaan TKA melalui bank yang ditunjuk dan akan masuk dalam pos Penerimaan Negara Bukan Pajak. Tetapi, hal ini tidak diwajibkan bagi instansi pemerintah, perwakilan negara asing, dan badan internasional.
Terkait izin tinggal dan bekerja, TKA wajib memiliki Visa Tinggal Terbatas (Vitas) untuk bekerja. Pasal 20 ayat 1 menyebutkan permohonan Vitas dapat sekaligus dijadikan permohonan Izin Tinggal Sementara (Itas).
"Izin tinggal bagi TKA untuk pertama kali diberikan paling lama dua tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian disampaikan dalam Pasal 21 ayat 3.
TKA yang bekerja lebih dari enam bulan juga wajib dimasukkan dalam program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dan/atau polis asuransi di perusahaan asuransi berbadan hukum Indonesia.
Selain itu, Pemberi Kerja TKA wajib melaporkan pelaksanaan penggunaan TKA kepada Menteri tiap satu tahun. Hal ini berbeda dari beleid sebelumnya yang menetapkan masa pelaporan tiap enam bulan sekali.
Perpres ini berlaku setelah tiga bulan sejak tanggal diundangkan. Adapun Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly telah mengundangkan aturan tersebut pada 29 Maret 2018.