Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membuka kemungkinan untuk melakukan audit investigatif terhadap pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional (JKN) apabila nantinya dalam pemeriksaan lanjutan ditemukan adanya indikasi kerugian negara.
Namun demikian, jika melihat temuan-temuan seperti yang terangkum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2017, lembaga auditor itu menganggap audit investigatif belum cukup mendesak untuk dilakukan saat ini kepada penyelenggara JKN.
"Kalau kemungkinan selalu ada, cuma kayaknya belum ke sana karena masalahnya masih sebatas ketidakefektifan misalnya soal penetapan harga," kata Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara di Kompleks DPR, Selasa (3/4/2018).
Seperti tercantum dalam IHPS II 2017, dari hasil pemeriksaan tematik atas obat dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional tahun 2016 dan semester I/2017 yang dilakukan terhadap 46 objek pemeriksaan antara lain di Kementerian Kesehatan, RSUPN CM, RSJPD Harapan Kita, Badan POM, pemerintah daerah, serta BPJS, lembaga auditor negara itu menyimpulkan bahwa proses pengelolaan obat belum optimal.
"Ketidakoptimalan ini terutama terkait dengan perencanaan kebutuhan, pengadaan, serta pengawasan produksi," jelasnya.
Adapun supaya proses pelaksanaan rekomendasinya optimal, meski tanpa harus melalui audit investigatif, BPK akan mengonsultasikan persoalan ini ke presiden serta jajaran menteri terkait lainnya.