Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos KPC, Kideco, & Arutmin Bicara Soal Harga Khusus Batu Bara PLTU

Kendati mendukung dan siap mematuhi keputusan pemerintah terkait harga khusus batu bara untuk untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam negeri, perusahaan batu bara tidak menampik potensi pendapatan dan keuntungannya bakal tergerus.
Alat berat dioperasikan untuk membongkar muatan batu bara dari kapal tongkang, di Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (3/4/2018)./JIBI-Paulus Tandi Bone
Alat berat dioperasikan untuk membongkar muatan batu bara dari kapal tongkang, di Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (3/4/2018)./JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA -- Kendati mendukung dan siap mematuhi keputusan pemerintah terkait harga khusus batu bara untuk untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam negeri, perusahaan batu bara tidak menampik potensi pendapatan dan keuntungannya bakal tergerus.

Direktur PT Kaltim Prima Coal (KPC) Eddie J. Soebari mengatakan potensi pendapatan perusahaan dipastikan terpangkas. Pasalnya, selisih harga jual untuk ekspor dan ke PLTU dalam negeri cukup jauh.

"Kalau kita bicara DMO 25%, itu adalah kurang lebih 12,7 juta ton yang harus kita suplai ke PLN. Degan membandingkan harga cuma US$70 dolar HBA, ada potensi kehilangan pendapatan sebesar kurang lebih Rp2,5 triliun," katanya dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (3/4/2018).

Hal serupa juga bakal dialami PT Kideco Jaya Agung. Direktur Utama Kideco Kurnia Ariawan mengungkapkan dalam enam tahun terakhir, rata-rata volume penjualan batu bara ke PLN di atas 9 juta ton.

"Mengenai perhitungan kami terhadap penetapan harga US$70 dolar per ton utk kelistrikan, impact ke penjualan Kideco itu sekitar Rp1,1 triliun," ujarnya.

Sementara itu, CEO PT Arutmin Indonesia Ido Hutabarat mengatakan rencana pasokan batu bara untuk PLN pada tahun ini sebanyak 7,4 juta ton. Penurunan potensi pendapatan pun tidak bisa dihindari.

"Dibandingkan HBA bulan April yaitu 94,75 dolar, dan sesuai SK Menteri bahwa ini berlaku dari 12 Maret 2018, pada 2018, penurunan kesempatan pendapatan kami adalah US$67,8 juta atau kira-kira Rp920 miliar," tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Lucky Leonard
Editor : Sepudin Zuhri
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper