Bisnis.com, JAKARTA – Managing Director PT Combi Logistics Indonesia Arman Yahya kaget bukan kepalang saat menerima surat dari Kantor Bea Cukai Tipe C Soekarno Hatta. Isinya, dia harus melakukan nota pembetulan atau denda sebesar Rp300 juta.
Padahal dia hanya menerima Rp500.000 sampai Rp1.000.000 dalam sekali mengurus berkas sebuah perusahaan impor. Menurutnya denda tersebut tidak sebanding dengan jasa yang dia berikan sebagai Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK).
Merasa tidak bersalah, Arman langsung menyambangi Kantor Bea Cukai. Dia diberitahu kalau perusahaannya telat menyerahkan surat keterangan asal (SKA) sehari dari waktu yang ditentukan.
Sementara di lapangan barang impor milik pelanggannya sudah melewati pemeriksaan antarnegara. Berdasarkan pengalamannya yang menjadi PPJK selama puluhan tahun, seharusnya ini sudah tidak menjadi masalah.
“Saya kena dua kali notul [nota pembetulan]. Satu dari Bandung, satu lagi Jakarta,” katanya kepada Bisnis, Minggu (1/4/2018).
Bukan dia saja yang mengalami hal serupa. Selama kurun waktu kurang satu bulan, Jakarta dan Bandara Soekarno Hatta saja sudah lebih dari 100 perusahaan mengalami kejadian yang sama. Ini belum lagi perusahaan lain di Surabaya, Semarang, dan Medan.
Baca Juga
Bila dikalkulasi, PPJK mengalami kerugian melebihi Rp4,3 Miliar akibat Peraturan Menteri Keuangan No.229/PMK.04/2017 ini. Arman yang juga Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Soekarno Hatta mengaku keberatan dengan notul tersebut.
Tidak tinggal diam mendapat denda, dia akan melakukan banding ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai. “Waktu penyerahan SKA terlalu cepat. Ini memberatkan pengusaha,” jelasnya.
Permenkeu 229/2017 mengatur tentang tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.
Permasalahannya jelas Arman adalah waktu yang diberikan. Beleid tersebut mengatur batas waktu penyerahan SKA untuk barang yang masuk jalur merah atau kuning hanya diberikan waktu satu hari atau sampai pukul 12.00 WIB hari berikutnya sejak pemberitahuan impor barang (PIB) mendapatkan penetapan jalur.
Menurutnya, batas waktu tersebut terlalu singkat untuk barang yang melalui jalur merah dan harus diperiksa fisik oleh petugas pabean.
Sementara apabila melewati batas waktu tersebut, maka SKA dianggap tidak berlaku lagi. Padahal, SKA berlaku satu tahun berdasarkan kesepakatan perdagangan internasional.
Akibat penerarapan SKA yang terlalu singkat, importir dikenakan notul dan membayar bea masuk yang sangat tinggi hingga miliaran rupiah.
Di sisi lain importir keberatan jika dikenakan notul atas Peraturan Menteri Keuangan No.229/PMK.04/2017 karena terlambat mengirim surat keterangan asal.
Sekertaris Jenderal Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Erwin Taufan mengatakan penerima barang dari luar negeri merasa tidak ada masalah jika dokumen sudah diberikan kepada PPJK yang mengurus berkas kepabean.
“Harus ada sinergi antara pemilik barang dan kuasa pemilik barang. Apa yang dialami merupakan riil di lapangan. Harusnya efek ini dilakukan secara benar,” ungkapnya.
Menurut Erwin, GINSI dan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) harus bisa cepat menanggapi masalah ini agar tidak ada yang merasa dirugikan.
Ini karena PPJK yang merupakan anggota ALFI telah mengalami kerugian mencapai Rp4,3 miliar. “Ini kan tidak masuk akal. Pemerintah harus melakukan tindakan,” jelasnya.
Dalam proses melakukan banding, PPJK harus membayar jaminan menggunakan customs bond sebagai jaminan pembayaran pungutan bea masuk. Setelah itu bea cukai akan memutuskan dalam jangka waktu 90 hari meski Arman tahu kemungkinan uang kembali sangat kecil.
Kasubdit Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea Cukai Deni Surjantoro mengatakan saat ini direktorat sedang melakukan pembahasan ulang Peraturan Menteri Keuangan No.229/PMK.04/2017.
Berdasarkan laporan, kebanyakan yang melayangkan protes beleid tersebut adalah PPJK yang mengurus berkas impor.
“Substansi peraturan tidak menjadi bahasan ulang. Tim sedang bekerja merespons tanggapan masyarakat soal waktu [penyerahan SKA] karena ini yang jadi permasalahan,” jelasnya.
Sampai saat ini Deni belum dapat laporan dari tim perumus terkait hasil keputusan. Tidak ada jangka waktu kapan diskusi ini akan selesai. Dia berharap perundingan bisa segera didapat.
Deni menjelaskan semua masukan masyarakat dalam hal ini PPJK menjadi pertimbangan, termasuk mengembalikan waktu penyerahan SKA menjadi 30 hari.
Jika tidak diubah, diperkirakan banyak perusahaan akan gulung tikar karena tidak dapat membayar denda yang begitu tinggi.