Bisnis.com, JAKARTA—Pelaku usaha menilai dampak kenaikan suku bunga The Fed belum akan berimbas terhadap industri properti secara signifikan.
Dampak kenaikan itu juga mesti dilihat kembali selama jangka waktu 3 bulan—6 bulan terutama untuk kaitannya dengan aktivitas ekonomi.
CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan kenaikan The Fed berpengaruh langsung terhadap nilai kurs rupiah. Sehingga kata dia yang perlu lebih waspada adalah pengembang besar yang menggunakan bahan impor dan yang menggunakan dana luar negeri dalam pembangunan proyeknya.
Akan tetapi menurut Ali jika dulunya pengembang menengah atas mengunakan setidaknya 5%--10% bahan impor, kini kondisi normal yang menggunakannya paling tinggi hanya 3%.
Selain itu pengembang yang memanfaatkan pinjaman dana asing,kini, kompoisi pembiayaanya tidak leibh dari 10%. Resiko itu juga kemungkinan sudah diantisipasi pengembang dengan melakukan hedging (nilai lindung).
“Dampaknya The Fed memang ada. Tapi perlu lihat kalau kalau kursnya memang masih tinggi seperti ini agak berpengaruhnya 3 bulan—6 bulan ke depan,”katanya kepada Bisnis Minggu (25/3).
Baca Juga
Dani Indra Bhatara Vice President Coldwell Banker Commercial mengatakan isu-isu kenaikan akan lebih berpengaruh tergadap pergerakan saham.
Sebab kata dia, berarti akan ada penarikan dana (outflow) ke amerika. Namun lanjut dia, properti, sebagai industri sektor riil tidak akan berdampak langsung terhadap penarikan dana itu.
“Efeknya tidak secara langsung terasa. Mungkin dari sisi investasi tertahan. Secara tidak langsung akan berakibat ke perkantoran, dan hal lain,”katanya.
Dani mengatakan memang ada kemungkinan kenaikan The Fed berpengaruh pada kenaikan suku bunga acuan bank Indonesia. Akan tetapi jika kenaikan itu masih secara perlahan, maka pengaruhnya juga tidak terlalu tinggi.
Dia menjelaskan dulunya baik konsumen dan pengembang bergantung kepada perbankan dari sisi pembiyaan, imbasnya pada saat kenaikan suku bunga akan begitu terasa.
Namun, saat ini kata dia Bank Indonesia juga tidak serta merta menurunkan suku suku atau menaikkan suku bunga. Pengembang juga tak banyak bergantung pada pembiayaan pebankan karena memiliki alternatif pembiayaan lainnya.
Sementara itu Candra Ciputra, Direktur Ciputra Grup mengatakan rencana kenaikan suku bunga The Feed memang perlu diantisipasi. Tapi semestinya memnag tidak terlalu banyak dampaknya karena telah tercermin pada suku bunga acuan bank Indonesia dan harga saham.
“Kendati juga baru saja suku bunga acuan BI turun tahun lalu, dengan kenaikan The Fed berarti nggak mungkin turun lagi,”katanya.
Albert Luhur Executive Director PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) mengatakan juga belum melihat pengaruh kenaikan suku bunga secara langsung, terutama karena suku bunga saat ini dalam tren yang menurun. Suku bunga KPR berada dalam tingkat 6%--8%.
Ronald Cassidy, Direktur Pemasaran Trans Property mengatakan kenaikan suku bunga The Fed semestinya dilihat untuk mengindikasikan perekonomian yang membaik dan nilai rupiah menguat.
“Jadi kami melihat secara panjang saja secara ekonomi. Saat ini suku bunga kredit turun telah membuka peluang. Industri properti masih akan berkembang dengan baik,”katanya.
Seperti diketahui Bank Indonesia (BI) Kamis (22/3) lalu memutuskan untuk menahan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate di angka 4,25%.
Pasca pertemuan Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve ( The Fed) untuk pertama kalinya pada Rabu (21/3/2018) waktu setempat, yang memutuskan untuk menaikkan suku bunga jangka pendek sebesar 25 basis poin.
The Fed juga mengisyaratkan dapat menaikkan bunga acuan pada kecepatan yang sedikit lebih agresif pada tahun-tahun mendatang di 2019 dan 2020 untuk menjaga penguatan ekonomi secara stabil.
Seperti disebutkan Bloomberg, The Fed meningkatkan suku bunga acuan federal menjadi kisaran 1,5 persen dan 1,75 persen dan mencatat total akan ada tiga kenaikan suku bunga sepanjang tahun ini.