Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu memberikan fokus lebih pada produktivitas sapi perah dalam negeri.
Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Boediyana mengatakan usaha peternakan sapi perah adalah “tambang emas putih” yang saat ini kurang mendapat perhatian dari Pemerintah.
“Saya berharap Pemerintah sadar bahwa usaha peternakan sapi perah ini membuka kesempatan lapangan kerja di pedesaan yang sangat besar. Impor bahan baku dan produk susu sebesar lebih dari Rp10 Triliun, [itu] peluang untuk diproduksi di dalam negeri,” katanya saat dihubungi Bisnis, Minggu (25/3).
Dia menyarankan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produktivitas susu dalam negeri adalah importasi sapi perah dan manajemen pakan yang baik.
Sementara itu, Ketua Umum Koperasi Peternakan Sapi Perah Setia Kawan (KSPP) Koeman mengatakan sejauh ini belum ada transparansi dalam biaya produksi sebuah produk susu instan dari pelaku usaha.
"Memang sudah ada program kemitraan antara kami dengan pabrik susu. Tapi kalau bisa kami menginginkan transparansi biaya produksi, semoga pemerintah mau menjembatani hal tersebut antara kami," katanya Sabtu (24/3).
Menurutnya dengan transparansi tersebut, peternak sapi perah rakyat dapat lebih terproteksi dari segi harga pembelian perahan susu. Oleh karena selama ini, pelaku usaha selalu membeli susu perah antara Rp5.900-Rp6.000 per liter.
Koesman meminta transparansi harga dari pabrik ke peternak, karena merasa hal tersebut penting. Sehingga peternak sapi perah dapat mengetahui satu liter susu dapat memproduksi berapa banyak produk instan.
"Kami ingin agar harga susu mendapatkan proteksi dari pemerintah. Saat ini pemerintah sedang mencanangkan program Indonesia Sehat Pintar. Seharusnya daging, susu dan telur, mendapatkan proteksi,"katanya.
KPSP Setia Kawan dalam sehari dapat memproduksi susu sapi sebanyak 103 ton/hari. Mereka memiliki 19.976 total populasi sapi, 8.972 diantaranya sedang dalam tahap laktasi (dapat diperah), pedet jantan sebanyak 2.788, pedet betina 3.588, dan sapi dara 4.424.