Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pengenaan cukai plastik terancam mundur jika tak segera dibahas dengan DPR. Apalagi, sampai saat ini pembahasan cukai plastik masih berada di level kementerian dan lembaga terkait mekanisme pengenaannya.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Robert L. Marbun mengatakan, pemerintah sebenarnya menginginkan supaya cukai plastik bisa segera dibahas, tetapi hal itu belum bisa dilakukan lantaran pembahasan di lingkup kementerian dan lembaga belum selesai.
"Masih dibahas antara kementerian dan lembaga, tetapi diupayakan segera," kata Robert kepada Bisnis, Jumat (23/3/2018).
Cukai plastik, menjadi target penambahan barang kena cukai (BKC) baru yang akan dikenakan dalam waktu dekat. Apalagi rencana cukai plastik juga masuk dalam salah satu komponen penerimaan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) dalam APBN 2018 dengan total target sebesar Rp500 miliar. Jika implementasinya tak bisa dilakukan, hal ini tentunya akan mempengaruhi target penerimaan yang dikelola DJBC.
Selain plastik, ada beberapa kandidat BKC baru yang sedang dibahas intens oleh otoritas kepabeanan. Salah satu yang sedang didorong adalah cukai minuman berpemanis. Bahkan, pengenaan cukai tersebut juga sudah didukung oleh Kementerian Kesehatan.
Belum siapnya pembahasan pengenaan cukai plastik juga terkonfirmasi dari agenda DPR. DPR terutama Komisi XI dalam masa sidang kali ini belum memasukkan cukai plastik sebagai prioritas. Padahal, Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Heru Pambudi beberapa waktu lalu menyampaikan bahwa pembahasan mengenai cukai plastik bakal segera dibahas dengan DPR.
Robert sendiri belum bisa memastikan kapan rencana pengenaan cukai tersebut bakal dibahas. "Doakan saja secepatnya, kami mau secepatnya," jelasnya.
Jika dilihat berdasarkan strukturnya, struktur penerimaan cukai Indonesia tergolong paling minim yang hanya memiliki tiga barang kena cukai yakni cukai rokok, etil alkohol, dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA).
Padahal, di beberapa negara jumlah BKC bisa lebih dari tiga jenis bahkan ada yang mencapai 20-an. Finlandia misalnya 16 jenis BKC, Prancis 14 jenis BKC, Jerman 13 jenis BKC, Jepang 24 jenis BKC, Korsel 18 jenis BKC, Malaysia 14 jenis BKC, Singapura 33 jenis BKC, dan India 28 jenis BKC.
Adapun tahun ini, DJBC memiliki target penerimaan sebesar Rp194,1 triliun dengan komposisi penerimaan bea masuk Rp35,7 triliun, cukai Rp155,4 triliun yang terdiri dari cukai hasil tembakau Rp148,2 triliun, cukai ethil alkohol sebesar Rp170 miliar, cukai minuman mengandung ethil alkohol Rp6,5 triliun, serta cukai plastik Rp500 milar. Penerimaan lainnya adalah bea keluar yang tahun ini dipatok sebesar Rp3 triliun.