Bisnis.com, JAKARTA - Positifnya industri pertambangan belakangan ini menjadi modal besar pemerintah untuk menuntaskan amendemen kontrak dari tiga perusahaan tambang pemegang kontrak karya (KK) yang belum sepakat dalam renegosiasi kontrak.
Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif mengatakan bahwa fluktuasi harga komoditas memang tidak terhindarkan. Namun, secara umum industri pertambangan masih sangat menarik.
"Bagaimana pun juga industri pertambangan masih menarik bagi investor walaupun ada siklus harga naik dan turun," katanya kepada Bisnis, Senin (19/3/2018).
Dia mengatakan, dengan hanya tersisa tiga KK yang belum mengamendemen kontraknya, bisa dibilang ada kemajuan yang cukup signifikan. Pasalnya, proses renegosiasi kontrak tersebut memang sangat alot.
Menurutnya, perbedaan pendapat pasti ada dalam prosesnya. Namun, dia yakin kedua belah pihak bisa segera sepakat. "Tinggal meneliti hal apa yang belum disetujui oleh kedua belah pihak dan mencari jalan keluarnya," tuturnya.
Amendemen kontrak tersebut dipastikan bakal mengerek penerimaan negara. Pasalnya, ketentuan perpajakan akan disesuikan sesuai peraturan yang berlaku (prevailing).
Hal inilah yang menjadi ganjalan dalam proses renegosiasi. Alasannya, sebagian perusahaan telah merasa nyaman dengan ketentuan perpajakannya yang bersifat tetap (nail down).
Berdasarkan UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, 31 perusahaan tambang yang berstatus KK dan 68 perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) harus meneken amendemen kontrak paling lambat 1 tahun sejak beleid itu terbit, yaitu pada 2010. Namun, PT Vale Indonesia Tbk. menjadi perusahaan tambang pertama yang meneken amendemen kontrak pada 2014.
Saat ini, 68 PKP2B telah meneken amendemen kontrak. Sebanyak 28 KK sudah diamendemen. Artinya, hanya menyisakan 3 KK yang harus segera mengamendemen kontrak karyanya.