Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai pelarangan alat penangkap ikan (API) berpotensi memengaruhi kesejahteraan masyarakat nelayan.
"Sebuah kebijakan harus melalui sosialisasi komprehensif," kata Anggota IV BPK RI, Rizal Djalil, ditemui usai seminar nasional di Jakarta, Senin (19/3/2018).
Kebijakan pelarangan alat penangkap ikan tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 sebagaimana telah diganti dengan Permen KP 71/2016.
Alat tangkap yang dilarang antara lain pukat tarik (dogol, cantrang dan lampara dasar), pukat hela (trawls) dan perangkap (perangkap ikan peloncat dan muro ami).
Kebijakan tersebut diterbitkan dengan pertimbangan bahwa penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik mengakibatkan menurunnya sumber daya ikan dan mengancam kelestarian lingkungan.
Ia menilai masyarakat nelayan harus disiapkan ketika ada kebijakan tertentu, demikian juga alat penggantinya harus sesuai dengan spesifikasi.
Hasil pemeriksaan BPK di Jawa Tengah dan Jawa Barat menyebutkan terdapat potensi kehilangan pendapatan nelayan minimal sebesar Rp28,87 miliar per tahun dari 22 kapal di bawah 10 GT dan 31 kapal 10-30 GT yang menjadi uji petik, bila pelarangan API tidak ramah lingkungan diberlakukan.
Ditemukan pula bahwa dari 2013 sampai dengan 2016 terjadi penurunan bahan baku pada industri surimi, karena perolehan ikan semakin sulit terkait aturan pelarangan API.
"Saya merekomendasikan supaya sektor perikanan didayagunakan. Maksimalkan upaya penangapan secara regulasi dan perizinan yang benar," kata Rizal.
Pelarangan Alat Tangkap Pengaruhi Kesejahteraan Nelayan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai pelarangan alat penangkap ikan (API) berpotensi memengaruhi kesejahteraan masyarakat nelayan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium