Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) menyatakan bahwa kerugian dari perubahan ekosistem yang diakibatkan operasi penambangan PT Freeport Indonesia mencapai Rp185 triliun.
Berdasarkan hasil audit BPK RI, pencemaran tersebut berasal dari limbah operasional penambangan (tailing) di sungai, hutan, estuari, dan telah mencapai kawasan laut. Dari hasil penghitungan tenaga ahli Institut Pertanian Bogor (IPB), kerugian ekosistem terbesar ada di kawasan laut dengan kerugian mencapai Rp166 triliun.
Anggota BPK RI Rizal Djalil menjelaskan tailing tersebut merupakah satu dari dua masalah terkait lingkungan yang disebabkan Freeport Indonesia.
Dia menuturkan, perusahaan tersebut juga menggunakan kawasan hutan lindung dalam kegiatan operasionalnya seluas 4.535,93 hektare (ha) tanpa ada izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). "Hutan hancur berantakan. Ini yang namanya kerusakan alam," katanya di kantor BPK, Senin (19/3/2018).
Dia menyatakan bahwa pihaknya sangat mendukung investasi asing masuk ke Indonesia. Namun, dia juga menegaskan, setiap perusahaan yang beroperasi di Indonesia harus menaati regulasi yang berlaku.
Dalam hasil audit yang termaktub dalam Ihtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I/2017, disebutkan bahwa pengelolaan pertambangan mineral pada Freeport Indonesia belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk menjamin pencapaian prinsip pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.