Bisnis.com, JAKARTA - PT Inalum (Persero) menyambut baik putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak gugatan uji materil materil atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara ke Dalam Modal Saham Inalum yang diajukan oleh beberapa pihak.
Adapun putusan tersebut keluar pada 6 Maret, 2018. Hasil putusan atas perkara ini menegaskan PP 47/2017 tidak melanggar ketentuan Undang-Undang BUMN dan UU Keuangan Negara, sehingga tetap sesuai dengan tujuan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 2 dan 3.
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan putusan MA tersebut memberikan kepastian hukum terkait status holding BUMN industri pertambangan. Menurutnya, keberadaan holding tersebut sebagai kepanjangan tangan negara, justru merupakan wujud nyata pelaksanaan UUD 1945 pasal 33.
"Semoga putusan ini akan meyakinkan semua pihak terkait tujuan utama holding, yaitu untuk benar-benar menerapkan amanat UUD 1945 di mana cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; dan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," katanya melalui keterangan resmi, Kamis (15/3/2018).
Sebelumnya, Ahmad Redi, salah satu penggugat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Penyelamat BUMN mengatakan PP No. 47/2017 bertentangan dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dan Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dia menilai pembentukan holding BUMN industri pertambangan menyalahi aturan dengan tidak melibatkan DPR. Selain itu, tanggalnya status Persero pada PT Antam Tbk., PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Timah Tbk. bisa menghilangkan kontrol negara secara langsung.
"BUMN Persero itu didirikan tidak hanya untuk mencari profit, tapi juga untuk public service obligation [PSO atau kewajiban pelayanan publik kepada rakyat Indonesia. Akibat holdingisasi ini, PTBA, Antam, dan Timah tidak ada PSO lagi," katanya, akhir pekan lalu.
Selain itu, tambahnya, akibat hilangnya status Persero, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa langsung masuk ke PTBA, Antam, dan Timah. Anak usaha Inalum tersebut pun tidak akan bisa menikmati kebijakan-kebijakan khusus di sektor pertambangan yang hanya berlaku bagi BUMN.
"Secara konstitusional, cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak di sektor pertambangan tidak dikuasai negara lagi sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 UUD 1945," tuturnya.