Bisnis.com, JAKARTA—Balai Besar Tekstil (BBT) Bandung sedang mengembangkan inovasi pemanfaatan protein perekat dari ulat sutra atau serisin untuk mendukung sektor industri farmasi dan kosmetik.
Ngakan Timur Antara, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI), mengatakan Kemenperin terus mendorong unit pelayanan teknis (UPT) yang dimiliki, baik balai besar maupun balai riset dan standardisasi agar semakin giat melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang). Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing industri nasional.
“Salah satu UPT yang sedang mengembangkan inovasi, yaitu Balai Besar Tekstil (BBT) Bandung, dengan memanfaatkan protein perekat dari ulat sutra atau serisin yang ternyata berguna sebagai bahan aktif untuk mendukung sektor industri farmasi dan kosmetik,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (12/3/2018).
Ngakan menjelaskan serisin erat berkaitan dengan proses produksi sutra. Di bidang farmasi, serisin dapat diaplikasikan sebagai penyembuhan luka, pencegah tumor melalui penghambatan radiasi sinar ultraviolet, serta memiliki antioksidan dan antibakteri.
“Sementara itu, di bidang kosmetik, serisin bisa dipakai sebagai anti kerut dan penuaan dini,” ungkapnya.
Penggunaan serisin pada kulit juga dapat menurunkan nilai transepidermal water loss (TEWL). TEWL adalah salah satu penyebab kulit kering. Nilai TEWL menyebabkan kadar air kulit terjaga karena tidak terjadi kehilangan air pada lapisan kulit terluar sehingga tekstur kulit menjadi lebih halus. Hal ini menyebabkan kulit lebih elastis dan tidak mudah berkerut.
Menurut Ngakan, serisin tidak hanya didapatkan dari kokon atau kepompong ulat sutra berkualitas baik saja, namun juga dari kokon cacat. Jumlah kokon cacat yang dihasilkan bisa mencapai 8,78% dari total produksi kokon.
Rata-rata produksi petani kokon di Indonesia sebesar 40 kg kokon per masa panen. “Jadi, yang tengah didorong BBT Bandung selaku UPT litbang di bawah BPPI, adalah peningkatan nilai tambah kokon menjadi serisin, sehingga dapat pula menyejahterakan petani kokon di Indonesia,” tuturnya.
Dari hasil penelitian, kokon ulat sutra mengandung 20%-30% serisin. “Jika petani kokon Indonesia mampu mengekstraksi 10% serisin grade murni dari bobot total kokon, maka potensi penambahan income kotor petani kokon sebesar Rp60 juta setiap masa panen, dengan asumsi harga serisin yang ada di pasaran saat ini sebesar Rp15 ribu per gram,” jelas Ngakan.
Potensi tersebut diharapkan dapat menggairahkan kembali kegiatan produksi persuteraan nasional. Berdasarkan data yang diterima Kemenperin, hingga saat ini, tercatat ada sekitar 200 petani kokon di Tanah Air. Sebagian besar terkonsentrasi di Kabupaten Soppeng dan Wajo, Sulawesi Selatan, serta Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.