Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penetapan Bebas BM Komponen Kapal Berpotensi Mundur, Iperindo Tak Masalah

Iperindo bersikap dingin atas kemungkinan penundaan pemberlakuan pembebasan bea masuk (BM) sejumlah komponen kapal.
Suasana pembuatan kapal di galangan kapal Batam, Senin (5/2/2018)./Antara-Wahyu Putro
Suasana pembuatan kapal di galangan kapal Batam, Senin (5/2/2018)./Antara-Wahyu Putro

Bisnis.com, JAKARTA – Ikatan Perusahaan Produsen Kapal & Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) bersikap dingin atas kemungkinan penundaan pemberlakuan pembebasan bea masuk (BM) sejumlah komponen kapal.

Wakil Ketua Umum Iperindo Yance Gunawan mengatakan selama ini banyak pelaku industri yang cukup terbantu untuk mendatangkan komponen kapal dari luar negeri berkat kesepakatan free trade agreement (FTA) dengan beberapa negara.

“Kalau dari negara-negara yang FTA itu juga memang tidak bayar biaya masuk, asal ada country of origin, itu cukup,” ujarnya di Jakarta pada Kamis, (1/3/2018).

Menurut dia, kebanyakan industri galangan kapal di Tanah Air mendatangkan komponen-komponen kapal memang dari negara-negara yang telah memiliki kesepakatan FTA dengan Indonesia, seperti China, Korea Selatan, dan Jepang.

“Sebenarnya industri komponen harus mendapatkan bukan hanya BMDTP [bea masuk ditanggung pemerintah], tetapi juga PPN [Pajak Pertambahan Nilai]. Kalau tidak, sulit bersaing dengan luar negeri. Jadi, walaupun sudah diproduksi lokal, masih banyak yang impor karena relatif lebih murah” tuturnya.

Sebagai informasi, pemerintah berencana membebaskan bea masuk (0%) terhadap 107 komponen kapal yang telah ditentukan. Langkah tersebut diharapkan dapat mendorong industri galangan kapal dalam negeri agar lebih menggeliat.

Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan masih terus berkolaborasi guna merevisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/2017 Tentang Buku Tarif Kepabeaan Indonesia, khususnya Bab 98.

Rencananya, pembebasan bea masuk komponen kapal tersebut selesai pada awal tahun ini, tetapi molor dari jadwal yang telah ditentukan. Adapun, penyebab dari mundurnya penetapan tersebut dikarenakan masih terdapat kekurangsesuaian alur dalam penerapan aturan tersebut nantinya.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), pada Desember 2017 impor kapal laut dan bangunan terapung mencatatkan peningkatan paling tinggi menjadi US$121,8 juta atau naik 194% dibandingkan dengan November 2017.

Namun, hasil sebaliknya terjadi pada awal tahun ini. Impor kapal laut dan bangunan terapung membukukan penurunan terdalam pada periode Januari 2018 menjadi US$136,5 juta atau 74%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andry Winanto
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper