Bisnis.com, JAKARTA- Country Sales and Operations Director Snapcart Indonesia Eko Wicaksono mengemukakan penetrasi digital yang cukup masif beberapa tahun terakhir ini tak lantas membuat seluruh masyarakat menyukai belanja online.
Beberapa faktor seperti harga yang sama dengan pembelian di toko ritel offline, adanya ongkos pengiriman, serta lamanya proses pengiriman menjadi kondisi yang membuat masyarakat tidak tertarik untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari secara online.
Meskipun demikian, kombinasi antara toko offline dan online diyakini akan menjadi strategi pemasaran yang tepat bagi para peritel untuk bertahan di tengah gempuran teknologi. Peritel dianjurkan untuk membedakan karakteristik produk yang dijual secara online maupun ofline.
Sementara itu, toko modern format gerai minimarket kian terangkat dan menjadi pilihan utama untuk konsumen produk kebutuhan sehari-hari saat ini dibandingkan jenis hipermarket dan supermarket.
Hal tersebut terungkap dari hasil survei yang dilakukan oleh Snapcart, penyedia data konsumen, yang menyatakan bahwa sebanyak 39% konsumen Indonesia loyal berbelanja di satu channel yaitu minimarket, sedangkan lebih dari 60% konsumen berbelanja di setidaknya dua channel baik itu offline seperti hipermarket dan supermarket, maupun online.
Eko Wicaksono menjelaskan, data tersebut diolah dari lebih 1,3 juta struk belanja konsumen yang dikumpulkan melalui aplikasi Snapcart, serta hasil survey terhadap 3.700 responden yang tersebar di seluruh Indonesia, yang dilakukan pada periode Januari-Desember 2017.
Secara geografis, 78% responden berada di Pulau Jawa, 12% di Pulau Sumatera, 4% di Kalimantan, 3% di Sulawesi, dan 3% lainnya di Indonesia Timur.
“Mayoritas konsumen di Indonesia adalah pembelanja yang omni-channel. Tetapi masih ada 39% yang setia berbelanja di minimarket. Kebanyakan adalah para eksekutif atau profesional, karena sifat minimarket yang praktis dan mudah dijangkau di mana saja,” ujarnya, Rabu (28/2/2018).
Pihaknya mengaku membagi kelompok masyarakat ke dalam tiga segmen konsumen yang berbeda, di mana 44% merupakan profesional yang belum berkeluarga, 43% orang tua yang memiliki anak, serta 13% pelajar. Menurutnya, ketiga segmen tersebut menunjukkan perilaku berbelanja yang berbeda, misalnya bagi orang tua, komposisi pengeluaran terbesarnya berada di channel hypermarket dan supermarket, sedangkan profesional berbelanja di minimarket.
Berdasarkan tujuan berbelanja, hipermarket dan supermarket menjadi tujuan belanja bulanan dan memenuhi stok di rumah, sedangkan minimarket untuk membeli kebutuhan yang bersifat mendesak atau belanja harian. Sementara belanja secara online melalui e-commerce lebih bertujuan untuk mencoba pengalaman, dengan daya tarik berbagai promosi.
“Bagaimanapun ada karakteristik tertentu dari pasar tradisional yang tidak bisa tergantikan oleh pasar swalayan yang moden, maupun online,” ujarnya.