Bisnis.com, JAKARTA – Regulasi pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) oleh koperasi diharapkan segera bisa rampung.
Rokhmin Dahuri, Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia yang juga Menteri Kelautan dan Perikanan 2001-2004, prihatin terkait dengan lambatnya proses Rancangan Perpres mengenai pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang dikembalikan ke koperasi perikanan.
"Draf sudah lengkap, ini hanya masalah komunikasi politik antara Menkop UKM, Mendagri, dan Menseskab. Mereka tinggal menghadap Presiden Jokowi membahas Perpres itu," ujarnya dalam diskusi bertema Menanti Payung Hukum Pengelolaan TPI oleh Koperasi Perikanan di Jakarta pada Rabu (21/2/2018).
Dia mengaku prihatin karena sudah 3 tahun draf belum juga ditandatangani, sementara nelayan memerlukan payung hukum dalam pengelolaan TPI.
Rokhmin mendukung TPI dikelola kembali oleh koperasi perikanan atau koperasi nelayan karena pernah melihat manfaat koperasi perikanan bagi kesejahteraan masyarakat nelayan.
Dia menjelaskan di hulu, koperasi bisa menyediakan sarana dan prasarana produksi termasuk seluruh keperluan nelayan saat akan melaut. Di hilir, koperasi menjamin pemasaran hasil tangkapan ikan nelayan.
"Selama ini yang bisa menikmati harga bagus ikan hanya trader, bukan nelayan. Jadi, TPI memang sudah seharusnya dikelola koperasi," tuturnya.
Pada 2016, tercatat ada 386 TPI dengan jumlah produksi sekitar 5,6 juta kuintal. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah produksi perikanan laut yang dijual di TPI pada 2015 mencapai 535.712 ton.
Rokhmin menekankan terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi koperasi perikanan dalam mengelola TPI.
Pertama, mampu meningkatkan sarana dan prasarana, kondisi sanitasi, higienis pelabuhan perikanan (TPI) sehingga memenuhi standar nasional dan internasional sebagai tempat pendaratan ikan dan pelelangan (trading) ikan hasil tangkapan nelayan dan Kawasan Industri Perikanan Terpadu.
Kedua, koperasi mampu menyediakan sarana produksi perikanan tangkap dan perbekalan untuk melaut dengan kuantitas mencukupi setiap saat, kualitas unggul, dan harga relatif murah.
Ketiga, koperasi harus mampu menjamin pemasaran ikan hasil tangkap para nelayan dengan harga sesuai dengan nilai ekonomi."Menguntungkan nelayan, tapi juga tidak memberatkan konsumen nasional. Intinya, koperasi sebagai buffer stock dan price," ucap Rokhmin.
Keempat, lanjutnya, koperasi harus mampu menyediakan sumber kredit (modal) dengan suku bunga yang rendah.
Kelima, koperasi mampu meningkatkan kapasitas dan etos kerja nelayan dengan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan secara sistematis, benar, dan berkesinambungan.
Terakhir mampu menerapkan teknologi penangkapan ikan yang produktif, efisien, dan ramah lingkungan serta mampu mengelola manajemen keuangan keluarga nelayan, hingga best handling practices, dan lainnya.