Bisnis.com, LABUAN BAJO--Kementerian Perindustrian mendorong pengurusan standar nasional Indonesia untuk industri kecil dan menengah pengolahan garam.
Pengurusan sertifikasi menjadi salah satu masalah yang mengemuka dalam tanya jawab pada rapat koordinasi pengarahan daftar isian pelaksanaan anggaran Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian yang berlangsung di Labuan Bajo pada 20-23 Februari 2018.
Dalam tanya jawab yang berlangsung Rabu (21/2/2018), perwakilan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Nusa Tenggara Timur menyampaikan pertanyaan seputar pengurusan SNI, termasuk terkait proses dan biaya yang dinilai memberatkan pelaku IKM garam di provinsi ini.
Menanggapi hal ini, Direktur Industri Kecil dan Menengah Pangan, Barang dari Kayu, dan Furnitur Ditjen IKM Kemenperin Sudarto mengatakan pihaknya akan meningkatkan bimbingan SNI bagi pelaku IKM garam sebagai upaya memperluas pasar.
"Bimbingan ini termasuk memastikan apakah satu usaha sudah layak untuk mengurus SNI. Beberapa hal yang perlu dicek di antaranya peralatan yang digunakan, proses produksi, dan gudang, serta kelangsungan produksi," ujar Sudarto, yang ditemui di sela-sela rapat koordinasi, Rabu (21/2/2018).
Menanggapi persoalan biaya, Sudarto menambahkan pelaku IKM memang perlu menanggung biaya uji laboratorium sebanyak tiga kali. Namun, dia memastikan biaya yang perlu ditanggung IKM masih terjangkau dan sesuai dengan kemampuan IKM.
"Uji laboratorium misalnya dikenai biaya Rp600.000 hingga Rp700.000 per satu kali uji. Hanya saja biaya transportasi untuk pengujian akan meningkat sesuai dengan wilayah yang dituju. Kami akan berkoordinasi dengan dinas-dinas agar bimbingan SNI bisa menjangkau lebih banyak wilayah dan mencari solusi terkait biaya," kata Sudarto.
Saat ini sudah ada 360 IKM garam yang mengantongi SNI. Kebanyakan IKM ini berlokasi di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Sudarto berharap akan semakin banyak IKM garam yang mengantongi SNI pada tahun ini. Hanya saja, dia menyebutkan kelangsungan produksi menjadi kendala utama bagi pelaku IKM.
Dia mencontohkan ada puluhan SNI di Pati yang terpaksa dinonaktifkan karena pelaku IKM tidak melanjutkan produksi. "Kalau sudah mendapatkan SNI, produksi akan dimonitor setiap 6 bulan. Menjaga kelangsungan produksi IKM ini adalah pekerjaan rumah bersama."
Berdasarkan data Kemenperin, struktur industri garam nasional, terdiri dari on-farm atau lahan garam, off-farm atau industri pengolahan garam, serta sektor-sektor industri pengguna garam. Saat ini, lahan garam yang tersedia seluas 28 ribu hektare dengan produktivitas 70 ton per hektare per tahun, menyerap tenaga kerja sebanyak 20 ribu orang dan memberikan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp72 miliar.
Selanjutnya, sektor off-farm, meliputi industri pengolahan garam rakyat atau garam konsumsi, industri pengolah garam untuk industri, dan industri pengolah garam untuk farmasi. Untuk industri garam konsumsi, terdapat 10 industri besar dan 500 unit skala industri kecil dan menengah (IKM). Sektor ini secara total menyerap tenaga kerja sebanyak 9.300 orang dengan jumlah kapasitas produksi mencapai 2,5 juta ton dan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp250 miliar.