Bisnis.com, JAKARTA - Nasib keterbukaan pemilik manfaat sebenarnya dari sebuah korporasi atau beneficial ownership (BO) makin tak menentu.
Pasalnya, Rancangan Peraturan Presiden (Rperpres) Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Terorisme tak kunjung diterbitkan oleh pemerintah.
Sejauh ini informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa Rperpres tersebut sudah berada di Sekretariat Negara (Setneg), namun hingga Senin (12/2/2018), Perpres tersebut belum juga masuk dalam list aturan yang dipublikasikan dalam laman resmi Setneg.
Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae belum lama ini menyampaikan, implementasi peraturan tersebut sangat membantu upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan aksi pidana lainnya misalnya korupsi dan perpajakan.
"Setahu saya persyaratan BO ini, baik untuk Automatic Exchange of Information (AEoI) maupun untuk APG/FATF memang tidak membatalkan, tapi mengakibatkan kita diurusan BO itu menjadi non compliance," kata Dian kepada Bisnis belum lama ini.
Berdasarkan data PPATK akhir tahun lalu, jumlah laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) selalu bertambah setiap tahun. Selama Desember 2017, jumlah LTKM yang disampaikan penyedia jasa keuangan sebanyak 4.176 LTKM, dengan rata-rata penerimaan sebanyak 209 laporan per hari.
Secara bulanan, pelaporan LTKM selama Desember 2017 turun 17,2% dibandingkan jumlah pada bulan lalu. Namun, secara keseluruhan LTKM yang diterima oleh PPATK sejak Januari 2003 - Desember 2017 mencapai sebanyak 358.270 LTKM atau bertambah 18,6 % dibandingkan jumlah kumulatif LTKM pada akhir Desember 2016.