Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penerimaan PPN Naik, Tapi Konsumsi Masyarakat Turun, Kok Bisa?

Bisnis.com, JAKARTA - Tergerusnya konsumsi rumah tangga yang mencapai titik terendah dalam waktu 5 tahun terakhir justru terjadi saat penerimaan pajak khususnya dari Pajak Pertambahan Nilai atau PPN tumbuh cukup siginfikan.

Bisnis.com, JAKARTA - Tergerusnya konsumsi rumah tangga yang mencapai titik terendah dalam waktu 5 tahun terakhir justru terjadi saat penerimaan pajak khususnya dari Pajak Pertambahan Nilai atau PPN tumbuh cukup siginfikan.

Jika menilik data penerimaan 2017, realisasi PPN sebesar Rp480,73 triliun atau tumbuh 16,62% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kinerja PPN tersebut ditopang oleh penerimaan PPN dalam negeri sebesar Rp315,37 triliun tumbuh 15,52% dan PPN impor Rp149 triliun atau tumbuh 21,36%.

Sementara itu, pada tahun lalu pertumbuhan konsumsi rumah tangga tercatat sebesar 4,95%. Realisasi pertumbuhan konsumsi tersebut merupakan titik terendah dalam kurun 5 tahun belakangan ini, angka itu bahkan kalah dibandingkan dengan realisasi 2015 sebesar 4,96%.

Dengan pertumbuhan tersebut, tampak bahwa penerimaan PPN tak sejalan dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat. Padahal, dalam beberapa kesempatan pemerintah selalu menyatakan bahwa, pertumbuhan penerimaan PPN yang cukup signifikan merefleksikan daya beli masyarakat.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, meski PPN sering dijadikan parameter untuk mengukur daya beli, teapi hal itu bukan satu-satunya faktor untuk menjelaskan pertumbuhan konsumsi masyarakat.

"Semua pergerakan barang itu memiliki PPN, konsumsi kita memang menurun, tetapi tak banyak juga," kata Darmin di Jakarta, Rabu (7/2/2018).

Darmin menjelaskan bahwa untuk mengukur pertumbuhan konsumsi tak bisa dinilai secara sepotong-potong, misalnya dibandingkan dengan penerimaan PPN, harus ada parameter yang jelas dan komprehensif supaya perhitungannya tepat. Apalagi untuk jenis konsumsi tertentu misalnya, konsumsi kesehatan atau pendidikan bisa saja tidak terekam dalam penghitungan pertumbuhan konsumsi tersebut.

"Kesehatan sekarang ada BPJS, itu kan tak dibayar, karena itu perlu ada hitungan yang lebih luas dan cermat, sehingga tak perlu ada pertentangan," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper