Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Perusahaan Pengembang Real Estate Indonesia (REI) telah mengantongi komitmen pengembang daerah anggotanya untuk membangun 236.000 unit hunian Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), serta 200.000 unit hunian non MBR dari target satu juta rumah tiap tahunnya.
Ketua Umum DPP REI, Soelaeman Soemawinata menuturkan komitmen pengembang daerah itu diharapkan bisa digenjot hingga 250.000 unit untuk hunian MBR. Terlebih kata dia dukungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang telah melaksanakan percepatan Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) dengan 40 bank mitra pada 21 Desember 2017.
Hal itu, lanjut dia akan menjadi pemacu jumlah suplai rumah subsidi karena proses akad kredit sudah bisa dilakukan mulai pada Januari tahun ini.
“Sudah ada 20 pengembang yang sedang mempersiapkan proyek hunian diluncurkan tahun ini, meskipun tak memungkiri masih bergantung pada situasi ekonomi politik dan global sehingga tetap berhati-hati,”katanya Rabu (31/1).
Eman menambahkan sasaran pembangunan rumah rakyat oleh REI diprioritaskan pada empat segmen pasar yakni PNS, TNI/Polri, pekerja di sekitar kawasan industri, dan kelompok masyarakat sektor informal.
Selain itu REI berharap dengan mendukung PSR sekaligus dapat menjadi pemicu bagi bisnis anggota-anggotanya di daerah, karena mayoritas anggota REI atau 70%-nya adalah pengembang rumah subsidi yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Dengan mayoritas anggota REI yang merupakan pengembnag rumah subsidi, pihaknya juga berharap agar pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa terus mendorong suku bunga kredit konstruksi dapat diturunkan supaya finansial pengembang rumah subsidi bisa lebih kuat.
Saat ini REI mencatat suku bunga kredit konstruksi untuk pengembang subsidi masih disamakan dengan kredit konstruksi bagi pengembang komersial di kisaran 11%-13%. Padahal dari sisi konsumen KPR, pemerintah sudah menyediakan KPR dengan suku bunga 5% dan uang muka 1%
Dukungan lainnya yang diharapkan REI adalah dalam penyediaan listrik dan air di lokasi perumahan subsidi yang dibangun anggotanya. Penyediaan listrik dan air bersih imbuh Eman merupakan salah satu syarat untuk akad kredit.
“Kalau spiritnya tidak sama, kemudian pasokan listrik atau air lama, maka akad kredit tertunda dan yang menderita adalah pengembang, karena menanggung bunga kredit konstruksi (modal kerja) yang tinggi. Padahal marjin membangun rumah subsidi sangat kecil yakni di bawah 10%,”imbuhnya.
Persoalan lainnya imbuh Eman pelaksanaan PSR masih dihadapkan oleh masih terjadinya bottle neck penyaluran subsidi FLPP oleh perbankan di sejumlah daerah karena kekurangan SDM, serta masih adanya kendala teknis dan operasional di 2017 yang perlu dibenahi.
Sementara dari sisi kualitas, adanya registrasi pengembang yang disusun oleh kementerian PUPR bersama dengan asoisasi pengembang memberikan jaminan bahwa rumah subsidi lebih terkontrol secara kualitas dan kuantitas.
Pengembang yang saat ini masuk sebagai anggota REI telah mencapai 2.800 anggota dan masih ada 1.000 pengembang yang katanya belum terdaftar dalam asosiasi.
Adapun data REI sepanjang 2017 telah membangun sebanyak 206.290 unit rumah bersubsidi di seluruh Indonesia. Realisasi tersebut melampaui target yang ditetapkan asosiasi tersebut sebanyak 200.000 unit.
Sekjen REI Paulus Totok Lusida mengatakan sebanyak 206.290 unit itu adalah rumah subsidi yang sudah terbangun, jadi yang sudah siap dihuni. Sebagai pengembang peran dan tugas kami adalah membangun, sehingga targetnya pembangunan.
“Kalau berdasarkan akad kredit mungkin datanya ada di bank atau PPDPP Kementerian PUPR," ungkapnya
Berdasarkan data yang diperoleh dari Sekretariat DPP REI, lima besar daerah penyumbang pembangunan rumah MBR di 2017 adalah Jawa Barat sebanyak 24.380 unit, Jawa Timur 19.265 unit, DKI Jakarta 17.921 unit, Sumatera Utara 13.273 unit, dan Sulawesi Selatan 12.059 unit.
Sedangkan lima daerah dengan pembangunan terendah adalah Maluku hanya 241 unit, Khusus Batam 335 unit, DI Yogyakarta 362 unit, Maluku Utara 474 unit dan Bangka Belitung 672 unit