Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Struktur Ekspor Nasional, Ini yang Dilihat BPS

Walaupun sektor manufaktur telah berkontribusi sebesar 76% atau sekitar US$168,73 miliar dari total nilai ekspor, belum dapat membuat Indonesia menjadi yang pertama di Asean pada 2017.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto memberikan paparan saat konferensi pers perkembangan ekspor impor di Jakarta, Senin (15/1)./JIBI-Dwi Prasetya
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto memberikan paparan saat konferensi pers perkembangan ekspor impor di Jakarta, Senin (15/1)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA — Walaupun sektor manufaktur telah berkontribusi sebesar 76% atau sekitar US$168,73 miliar dari total nilai ekspor, belum dapat membuat Indonesia menjadi yang pertama di Asean pada 2017.

Kepala Badan Pusat Statistik Kecuk Suhariyanto mengakui melihat struktur ekspor nasional, perlu ada yang dibenahi.  Pertama, soal negara tujuan ekspor yang memerlukan diversifikasi pasar. Kedua, terkait peningkatan nilai tambah produk ekspor.

Menurutnya, melihat kinerja ekspor ke Turki dan Brasil yang belakangan mengalami pertumbuhan, pemerintah perlu menjamah pasar baru untuk menyebar konsentrasi ekspor yang selama ini bertumpu ke China, Jepang dan Amerika Serikat.

"Perlu diverisifikasi pasar dan produk. Dan untuk itu, kita harus memahami preference pasar yang kita tuju," tuturnya di Istana Kepresidenan, Rabu (31/1/18).

Dia mencontohkan besarnya kontribusi lemak dan minyak hewan/nabati serta bahan bakar minyak dalam struktur ekspor nonmigas.

Menurutnya, dari dua sektor ini saja, sudah menyumbangkan 28% ekspor nasional. Terhadap dua sektor tersebut, pemerintah diminta mendorong penghiliran industri pada dua sektor tersebut.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong langkah pertama menuju ekspor adalah investasi di sektor industri.

Menurutnya, negara-negara yang sekarang memiliki kinerja ekspor yang moncer, terlebih dahulu melakukan gerakan besar dalam investasi.

"Vietnam sebelum menikmati export boom seperti sekarang, telah melakukan investement boom pada 15 tahun lalu. Samsung masuk untuk bangun pabrik, 10 tahun lalu investasi baja dan lima tahun belakangan produksinya sudah 2,5-3 kali lipat dibandingkan dengan kita," ujarnya.

Jika berkaca kinerja negara-negara Asean pada 2016, jelas Indonesia tertinggal. Hal ini membuat Presiden Joko Widodo geram.

Misalnya saja Thailand yang membukukan nilai ekspor mencapai US$231 miliar, Malaysia US$184 miliar, Vietnam US$160 miliar, sementara Indonesia US$145 miliar.

Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan beberapa hal yang perlu diperbaiki untuk mendorong ekspor adalah meningkatkan kemudahan perjanjian free trafe agreement (FTA).

Dia mencontohkan apa yang dilakukan Vietnam. Negara tersebut lebih agresif menjalin kesepakatan FTA, seperti dengan Uni Eropa, dan Trans Pasific Partnership (TPP).

Jika dibandingkan dengan Indonesia, lanjut Airlangga, perundingan FTA dengan Uni Eropa masih berjalan, sementara untuk TPP juga belum bergabung.

"Ujung dari ekspor itu kan investasi, kita perlu mempermudah fasilitas perpajakan, bahan baku. Selain itu, sektor potensial ekspor, digunakan sebagai bagian tawar-menawar dalam perundingan FTA," tuturnya

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper