Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memangkas perizinan sektor migas menjadi 6 perizinan dibandingkan dengan sebelumnya 104 perizinan. Hal itu dinilai akan memicu geliat investasi sektor migas tersebut.
Analis senior gas dan power Wood Mackenzie Asia Pasific Edi Saputra mengatakan pemangkasan izin itu dapat mengurangi lead time pengembangan lapangan migas. Hal itu bisa membuat blok berproduksi lebih cepat.
"Dengan begitu, keekonomisan lapangan dapat ditingkatkan dengan mempercepat capital recovery," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (31/1/2018).
Edi menyebutkan yang lebih penting dari pemangkasan perizinan itu adalah pengaruhnya terhadap iklim investasi di sektor energi, terutama kemudahan berbisnis di Indonesia yang dinilai masih kurang sampai saat ini.
"Kalau semakin banyak yang berinvestasi dan partisipasi, sektor energi Indonesia bisa semakin lebih kompetitif dan ujungnya akan menguntungkan konsumen secara luas. Penyederhanaan izin dan birokrasi adalah langkah positif dan perlu didukung secara luas," terangnya.
Apalagi, geliat investasi hulu migas mulai menanjak seiring dengan kembali merangkak naiknya harga minyak mentah dunia. Penyederhanaan perizinan menjadi momentum yang tepat untuk menarik investasi hulu migas.
Seperti dilansir Bloomberg, sampai perdagangan pukul 09:01 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 0,9% menjadi US$63,92 per barel, sedangkan harga minyak Brent turun 0,87% menjadi US$68,42 per barel.
Meskipun, pada perdagangan pagi ini mengalami penurunan tapi posisi harga minyak dunia yang sudah mendekati US$70 menjadi sentimen positif bagi peluang investasi pada sektor hulu migas.
Adapun, pada 2017, investasi sektor hulu migas senilai US$9,33 miliar. Nilai itu berada di bawah target yang dipatok US$12,29 miliar.
Pada 2018, SKK Migas mengharapkan investasi hulu migas bisa menanjak kembali ke kisaran US$12 miliar.
Sementara itu, dampak penyederhanaan perizinan diharapkan pula bisa berpengaruh sampai ke hilir migas, termasuk kepada harga gas industri.
Pengamat Energi RefoMiner Komaidi Notonegoro menyatakan pemangkasan perizinan mestinya bisa berdampak pada harga gas karena potensi biaya operasi dapat diturunkan. Namun, masalah harga gas hilir di Indonesia lebih banyak disebabkan karena keterbatasan infrastruktur.
"Jadi, dampaknya kepada harga gas hilir tetap ada tapi tidak begitu besar," ungkapnya.
Menurut Komaidi, pihaknya mencatat posisi harga gas hulu Indonesia dinilai sudah kompetitif dengan negara lain di Asia Tenggara.