Bisnis.com, JAKARTA – Pengusaha factory outlet di Bandung tidak lagi berbinar seperti dulu.
Perry Tristianto, pemilik The Big Price Cut Group yang juga pelopor bisnis factory outlet di Bandung mengatakan hal tersebut terjadi karena konsep factory outlet sebagai destinasi wisata telah berubah.
“Sekarang tinggal 20%--25%, omzetnya, karena tujuan wisata yang berubah, gaya hidup yang berubah,” ujarnya, kepada Bisnis, Jumat (26/1).
Dia menambahkan saat ini bisnis dengan konsep factory outlet kian lesu karena peminatnya juga berkurang, dan dari sisi biaya yang dibutuhkan juga sangat tinggi.
“Sudah tidak menarik, wisata belanjanya sudah sulit,” katanya
Dia mengatakan perubahan gaya hidup dan wisata tersebut mengalami pergeseran dari sebelumnya berbelanja pakaian, menjadi belanja kuliner dan pengalaman.
“Target kami wisatawan, akhirnya yang kami jual suasana,” katanya.
PERIODE EMAS
Perry mengatakan konsep factory outlet pernah memasuki masa keemasannya sebagai wisata belanja di Bandung pada beberapa tahun lalu.
Diawali dengan membuka Factory Outlet Store (FOS) dan meledak dengan brand ini pada 1999. Setelah itu, factory outlet terus ramai dan menjamur di Kota Kembang.
“Puncaknya 2003-2005, waktu itu yang ke toko bisa 2.000-3.000 orang karena menjadi tujuan wisata, bukan toko baju,” katanya.
Pada masa jayanya, salah satu toko factory outlet milik Perry dapat menjadi peringkat ketiga favorit wisatawan.
“Dulu bisa Rp3 miliar-Rp4 miliar sebulan [omzetnya], sekarang tidak bisa, sekarang tinggal 25% [omzetnya],” katanya.
Dia mengatakan pengunjung yang biasanya hadir dan meramaikan factory outlet adalah wisatawan lokal asal Jakarta, tetapi ada juga yang berasal dari daerah lainnya.
Sejak 2011, konsep factory outlet ini dinilai sudah mulai kurang diminati sebagai destinasi karena berkembangnya destinasi wisata belanja lainnya di luar konsep ini.
Beberapa factory outlet (FO) ternama pernah berada di bawah naungan perusahaan Peery, seperti The Secret, The Summit, Summit Boutique Outlet, dan Formen Galeri Lelaki.
“Saya buka banyak pernah, sampai belasan, tahun 2000-an cuma saya melihat ketika mulai turun, saya harus buat yang baru , sehingga orang datang terus,” katanya.
Kini, Perry mengatakan hanya tinggal dua saja brand factory outlet yang dia pertahankan yaitu The Secret di Jalan Riau dan Formen di Jalan Dago, Bandung.
“Sudah tidak ada omzetnya, tinggal berapa persen, cuma karena senang saja, memori. Kami teruskan, tapi tidak bisa diharapkan lagi,” katanya.
Perry mengungkapkan dia masih memiliki keinginan untuk menjual pakaian lagi. Namun, dia masih memikirkan konsep yang sesuai.
“Masih meraba-raba [konsepnya] karena target market khususnya usaha ini bukan buat orang Bandung, tapi untuk wisawatan, lokal,” ujarnya.
Dia mengatakan para pengusaha factory outlet juga belakangan mulai berkurang. Adapun yang tetap bertahan, biasanya sudah mengembangkan konsep dengan menambahkan hal lain, seperti kuliner.
“Dengan namanya factory outlet sudah terlalu lama, dibutuhkan konsep baru, sebagai kota wisata,” katanya.
Perry mengatakan sebagai pengusaha yang memiliki target market adalah wisatawan, dia selalu berupaya memahami kebutuhan wisatawan.
Untuk itu, dia selalu berupaya berinovasi dan berani mengambil risiko serta jeli melihat peluang usaha lain yang dikembangkan. Tujuannya, untuk tetap mempertahankan target market yang dibidik, yakni wisatawan.
“Teman-teman saya bilang, saya ubah usaha, saya bilang tidak. Saya tidak mengubah target market, tetap wisatawan, yang dibutuhkan mereka apa,” katanya.
Saat ini, Perry lebih mengandalkan usaha destinasi wisata di Lembang seperti Floating Market dan Farmhouse di Lembang. Dia tidak menutup kemungkinan jika nantinya akan ada gerai untuk menjual pakaian meskipun bukan yang utama karena minatnya memang bergeser.
“Bisnis ini harus inovasi terus,” katanya.