Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Telur & Ayam, Harga Bakal Diatur Atas Bawah 10%

Pemerintah berencana mengatur harga referensi batas atas dan bawah maksimal 10% untuk mengatasi fluktuasi harga ayam dan telur di pasar.
Pekerja mengambil telur di kandang ayam di Cipedes, Tasikmalaya./Antgara-Adeng Bustomi
Pekerja mengambil telur di kandang ayam di Cipedes, Tasikmalaya./Antgara-Adeng Bustomi

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah berencana mengatur harga referensi batas atas dan bawah maksimal 10% untuk mengatasi fluktuasi harga ayam dan telur di pasar.

Wacana tersebut rencananya dilakukan oleh Kementerian Perdagangan, tetapi belum diketahui kapan aturan baru itu direalisasikan. Pasalnya, pemerintah masih menelusuri kenaikan harga yang terjadi pada dua komoditas itu.

Kemendag mengundang sejumlah pengusaha dan asosiasi baik terkait ayam maupun telur. Fokus pertemuan untuk mengetahui penyebab kenaikan harga yang telah terjadi sejak akhir 2017.

Sekjen Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Sugeng Wahyudi mengatakan wacana penetapan harga referensi batas atas dan bawah itu diharapkan dapat menekan fluktuasi harga dan mencegah inflasi.

Pihaknya mendukung penuh upaya pemerintah untuk penetapan harga referensi ini. Pasalnya, dia mengaku peternak sudah terlalu lama dan biasa dengan harga yang di bawah referensi sehingga saat kenaikan terjadi sekitar 10%-15%, hal itu mengejutkan konsumen.

Dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 27/2017 tentang tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen dijelaskan bahwa harga ayam di petani dan konsumen untuk ayam masing-masing Rp18.000/kg dan Rp32.000/kg. Sementara telur di tingkat petani Rp18.000/kg dan penjualan pada konsumen mencapai Rp22.000/kg.

"Nantinya jika sudah ditetapkan masih terjadi gejolak di luar batas, akan ada tindakan yang dilakukan pemerintah dan asosiasi," kata Sugeng kepada Bisnis di Jakarta pada Jumat (19/1/2018).

Rencana ini diyakini menghidupkan para peternak. Pemerintah selama ini kerap kali bersikap ketika terjadi kenaikan harga, namun tidak jika harga sedang anjlok.

Menurutnya, selama ini kenaikan harga ayam terjadi akibat tingginya biaya pokok produksi. Hal ini didorong oleh meningkatnya harga pakan yang diperlukan untuk produksi daging ayam. Biasanya untuk menghasilkan 1 kg daging ayam diperlukan hanya 1,65 kg pakan, tapi kini meningkat menjadi 1,75 kg.

“Selain itu, pertumbuhan ayam cenderung melambat. Jika biasanya umur 24 hari beratnya sudah mencapai 1,2 hingga 1,4 kg, saat ini beratnya hanya 1 kg,” ujarnya.

Sementara itu, kenaikan harga daging ayam juga diakibatkan tingkat kesehatan ayam yang tidak maksimal. Hal ini ditandai dengan daya hidup ayam hanya 90% - 93%. Apalagi selama beberapa waktu terakhir cuaca buruk terjadi di sejumlah wilayah, sehingga menurunkan angka produksi.

Pantauan Bisnis di Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN), harga daging ayam ras segar menembus Rp34.800/kg naik Rp450 dibandingkan dengan Kamis (18/1/2018), sedangkan telur berada pada posisi Rp24.850/kg turun Rp100 dibandingkan dengan sehari sebelumnya.

Sebelumnya, wacana ini bergulir sejak awal Januari. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita saat konferensi pers pada pekan pertama Januari menuturkan rencana tersebut untuk memberikan kepastian harga kepada konsumen sampai peternak. "Fluktuasi paling tinggi terjadi di ayam dan telur."

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti mengatakan pertemuan dengan pelaku usaha dan asosiasi ini akan menjadi landasan pemerintah mengambil sikap mengatasi persoalan ini.

"Hari ini pemerintah masih ingin mencari tahu penyebab kenaikan harga, solusinya belum kita simpulkan," kata Tjahya kepada Bisnis usai menggelar rapat dengan sejumlah pengusaha ayam dan telur pada Jumat ini.

Dari hasil rapat tersebut, pihaknya menyimpulkan kenaikan disebabkan akibat cuaca buruk yang terjadi sejak Desember 2017 hingga Februari 2018 yang mengakibatkan perkembangan ayam tidak berlangsung dengan baik.

Selain itu, kenaikan harga diduga mulai terjadi pada tingkat pengecer. Pihaknya masih menelusuri penyebab kenaikan ini sehingga dapat terjadi di pedagang eceran. Belum diketahui kapan realisasi harga referensi ini diberlakukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper