Bisnis.com, JAKARTA—Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori menilai ada banyak faktor yang menyebabkan melambungnya harga beras hingga ke level Rp11.500 per kg dari harga eceran tertinggi yang dipatok pemerintah sebesar Rp9.400 per kg.
Salah satunya adalah terbatasnya pasokan beras yang dibarengi dengan pemberlakuan harga eceran tertinggi yang mulai diaplikasikan pada September 2017 lalu.
“Sebetulnya kan pemerintah ingin mengendalikan harga supaya tidak jauh melampaui dari yang sudah dipatok tapi yang terjadi sampai hari ini peraturan itu praktis tidak efektif . Harga bukannya turun tapi terus naik. Ya tadi, balik ke awal, sebetulnya harga itu tidak menipu. Kalau harga terus naik itu adalah refleksi dari pasokan yang memang terbatas,” kata Khudori ketika dihubungi Bisnis.com, Selasa (9/1/2018).
Dia mengingatkan bahwa Januari hingga Februari merupakan musim paceklik di mana stok beras tidak melimpah. Hal ini kemudian menjadi masalah ketika cadangan beras pemerintah yang berada di bawah kendali Badan Usaha Logistik tidak memadai untuk bisa melakukan intervensi harga.
Sementara itu, operasi pasar yang kerap dilakukan pemerintah untuk menstabilkan harga beras juga tidak bisa berbuat banyak. Malahan, operasi pasar yang biasanya menindak pihak-pihak yang disebut menimbun beras membuat para pelaku usaha penggilingan dan pedagang tidak berani menyetok beras dalam jumlah cukup ketika panen raya tiba.
Padahal, harga beras yang cenderung rendah di musim panen raya bisa menjadi insentif bagi mereka ketika musim paceklik tiba di mana mereka bisa mengeluarkan stok beras yang dibeli dengan harga rendah di musim panen raya untuk dijual dengan harga yang lebih tingi di musim paceklik yang memang menyebabkan kekurangan pasokan beras.
Selain tidak mendapat insentif karena tidak bisa menyimpan stok gabah untuk digiling menjadi beras, mereka juga takut merugi jika harus beroperasi di tengah harga gabah yang tinggi tetapi harga jual tetap sama karena patokan HET yang ditetapkan pemerintah. Hal ini lah yang kemudian menyebabkan terbatasnya pasokan beras di pasaran dan berimbas pada naiknya harga beras.
“Kan ini dengan harga itu dipatok sama sepanjang tahun itu kan tidak memberikan instentif, juga selain ketakutan tadi [tuduhan menimbun],” tambahnya.
Selain itu, minimnya serapan beras oleh PErum Bulog dan perubahan pola subsidi pangan menjadi bantuan pangan non tunai juga turut menjadi penyebab tingginya harga beras.