Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Alat Rusak, GINSI Keluhkan Layanan Behandle di New Priok

Pelayanan pemeriksaan fisik peti kemas impor atau behandel di New Priok Container Terminal-One (NPCT-1) mengalami gangguan karena alat bongkar muat jenis reach stacker di terminal itu mengalami kerusakan.
Suasana bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/9)./JIBI-Abdullah Azzam
Suasana bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/9)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Pelayanan pemeriksaan fisik peti kemas impor atau behandel di New Priok Container Terminal-One (NPCT-1) mengalami gangguan karena alat bongkar muat jenis reach stacker di terminal itu mengalami kerusakan.

Ketua BPD Gabungan importir nasional seluruh Indonesia (GINSI) DKI Jakarta, Subandi mengatakan,kondisi itu terjadi sejak Sabtu (6/1/2018) hingga hari ini dan belum ada penanganan serius dari pengelola behandle di NPCT-1 tersebut.

"Akibatnya puluhan kontener impor yang sudah terjadwal dilakukan pemeriksaan sejak kemarin harus menunggu hingga Senin besok untuk bisa dilayani behandle," ujarnya kepada Bisnis.com, Minggu (7/1/2018).

Subandi menyesalkan tidak profesionalnya pelayanan behandle di NPCT-1 itu lantaran kejadian seperti ini bukan yang pertama kalinya tetapi sudah sering terjadi.

Sesuai ketentuan kepabeanan, imbuhnya, wajib diperiksa peti kemas impor atau behandle dilakukan sebanyak 30% dari total kontener yang hendak diperiksa.

Subandi mengatakan, bahkan mengalami langsung kondisi buruknya layanan behandle di NPCT-1 itu, dimana pada Sabtu (6/1/2018), perusahaannya mreakukan importasi 32 kontainer dan sesuai ketentuan maka 30% nya atau sekitar 10 kontainer mesti di periksa.

"Pemeriksaan karantina sudah selesai dilakukan. Namun saat petugas Bea dan Cukai baru melakukan pemeriksaan 8 dari 10 kontainer, tiba tiba reach stacker NPCT One rusak sehingga 2 kontainer lagi belum ditarik ke tempat pemeriksaan.
Setelah saya protes keras ke manajemen NPCT One baru sisa 2 kontainer ditarik ke long room. Namun kondisi ini terlanjur merugikan importir karena consigne terbebani biaya tambahan penumpukan," paparnya.

Dia mengatakan pelayanan buruk seperti ini mengakibatkan barang tidak bisa cepat ditarik keluar dan menimbulkan biaya tinggi di pelabuhan.

Pihak terminal dan pengelola bahandel tidak bisa sekedar minta maaf jika ada pelayanan seperti ini. "Kejadian ini tidak hanya dialami pada kargo saya tetapi juga pada kargo importir yang lain. Belum lagi masalah pungli oleh buruh di lokasi bahandel yang sudah keterlaluan dan berlangsung lama," tuturnya.

Subandi mengungkapkan, para buruh yang mengerjakan bahandel masih meminta uang pada forwarder atau pemilik barang dengan besaran bervariasi, dari mulai Rp100.000--Rp1 juta per kontener yang hendak di behandle.

"Bisa dibayangkan berapa besar pungli di lokasi bahandel yang dilakukan oleh para buruh per tahunnya. Pungli seperti ini diketahui oleh para operator bahandel dan terminal tetapi semuanya diam dan tidak mau bertindak. Sudah saat tim saber pungli diturunkan untuk menertibkan pungli itu," ujar dia.(K1)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Akhmad Mabrori
Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper