Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perindustrian mendorong sekolah menengah kejuruan dan perguruan tinggi agar menganut kurikulum berbasis dual system untuk menyesuaikan kebutuhan industri dalam negeri.
Mujiyono, Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian (Kemenperin), menyampaikan kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan jawaban dari tantangan global yang dihadapi saat ini di era digitalisasi. Untuk mengurangi jumlah pengangguran dan mendorong perekonomian, SDM yang terlatih harus dapat langsung terserap oleh lapangan pekerjaan.
"Pendidikan adalah inkubator dari segala permasalahan ini, sekolah harus menerapkan kurikulum yang sesuai dengan perkembangan zaman," kata Mujiyono, Rabu (27/12/2017).
Terdapat tiga tahapan pendidikan vokasi, yakni pertama sekolah konvensional yang mengajarkan semua kompetensi yang berada di dalam jurusan tersebut sehingga tidak mencetak tenaga ahli yang fokus pada suatu bidang. Kedua, sekolah yang kurikulumnya link and match dengan kebutuhan industri. Ketiga, sekolah yang menerapkan dual system, yakni porsi belajar di sekolah dan industri seimbang.
"Saat ini, sekolah vokasi dan politeknik yang di bawah naungan Kemenperin telah link and match dengan industri, pada tahun depan akan menuju ke arah dual system," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa model dual system ini telah diterapkan di berbagai negara maju seperti Jerman dan Swiss. Kedua negara tersebut terbukti mampu memiliki SDM yang berkualitas di bidang ilmu pengetahuandan teknologi. Bahkan, sekolah yang berada di Swiss sudah lebih maju dengan menerapkan kurikulum berbasis inovasi.
"Siswa di Swiss didorong untuk menciptakan inovasi berupa produk atau teknologi," ungkapnya.
Mujiyono menjelaskan kurikulum berbasis dual system dan inovasi ini akan dikembangkan di sekolah vokasi dan politeknik di Tanah Air. "Pilot project untuk kurikulum ini akan dikembangkan di salah satu SMK di antara Bogor, Potianak, dan Yogyakarta. Untuk pilot project politeknik pilihannya akan ada di Bandung atau Makasar," katanya.
Sementara itu, hasil riset Bank Dunia pada Oktober 2017 menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan waktu 45 tahun untuk mengejar ketertinggalan di bidang pendidikan dan membutuhkan waktu 75 tahun untuk mengejar ketertinggalan di bidang ilmu pengetahuan.
Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian, mengatakan ketersediaan SDM yang berkompeten menjadi syarat mutlak terwujudnya industri yang mandiri dan berdaya saing.
Kemeperin menargetkan dapat menyediakan 1 juta tenaga kerja di sektor industri yang tersertifikasi sampai dengan 2019. Langkah yang dilakukan, yaitu dengan mendorong program vokasi yang link and match. 500 perusahaan diharapkan dapat membina 1.795 SMK.