Bisnis.com, JAKARTA — Langkah pemerintah merealisasikan induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor minyak dan gas bumi sepertinya akan menemui jalan buntu. Pasalnya, konsep holding BUMN yang bakal menjadikan PT Pertamina (Persero) sebagai induk usaha di sektor migas ditolak Komisi VII DPR.
Ini lantaran konsep holding migas bentukan Kementerian BUMN bertabrakan dengan Rancangan Undang-Undang Migas yang sedang digodok legislator.
"Semangat RUU Migas khususnya pada aspek tata kelola migas akan memisahkan secara tegas bisnis minyak dan gas. Pengelolaan bisnis minyak dari hulu sampai hilir akan diserahkan ke Pertamina sedangkan bisnis gas akan diserahkan ke PGN," ujar Andi Jamaro, anggota Komisi VII DPR, Senin (18/12).
Jamaro mengungkapkan, dalam RUU Migas pihaknya telah memutuskan untuk memisahkan pengelolaan antara minyak dan gas bumi. Itu artinya akan terdapat dualisme pengelolaan komoditas tersebut dalam rangka memperbaiki tata kelola migas nasional yang masih karut-marut.
"Jika RUU Migas disahkan menjadi UU Migas, maka seluruh anak dan cucu Pertamina yang mengelola bisnis gas akan dikonsolidasikan ke dalam pengelolaan PGN. Karena itu holding migas yang direncanakan oleh pemerintah harus sejalan dengan semangat RUU MIGAS yang sedang dalam tahap akhir pembahasan di DPR, bukan sebaliknya malah ditabrakkan," imbuhnya.
Berangkat dari hal itu, Jamaro pun mendesak pemerintah mengevaluasi ulang konsep holding migas. Selain bertabrakan dengan RUU Migas, konsep holding migas yang disusun Kementerian BUMN juga dinilai tak akan memperbaiki tata kelola migas.
"Restrukturisasi korporasi yang dilakukan Menteri BUMN dengan pembentukan holding migas bukan jawaban untuk menyelesaikan permasalahan di sektor migas. Tidak semua permasalahan BUMN dapat selesai dengan holding. Harus dilihat kembali karakteristik dan arah pengelolaan sektornya," jelas Jamaro.