Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian membantu industri kecil dan menengah (IKM) untuk meningkatkan kualitas produk.
Gati Wibawaningsih, Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemenperin, menyatakan instansi tersebut sedang berupaya untuk terus mendorong produk IKM agar bisa lebih diterima di pasar domestik dan global.
Saat ini, yang menjadi kendala IKM yaitu menentukan packaging (kemasan) dan merek yang digunakan di pasaran. Padahal kemasan dan merek adalah salah satu faktor penting yang memengaruhi penjualan IKM.
Kemenperin menilai masalah ini dapat diselesaikan dengan terbentuknya Klinik Pengembangan Desain Kemasan dan Merek yang berada di lantai 15 Gedung Kemenperin di Jakarta sejak 2003.
Adapun untuk mempermudah hubungan antara IKM dengan klinik desain telah dibuat mekanisme secara online. Selain itu, bentuk dorongan Kemenperin adalah memberikan bantuan mesin-mesin untuk kebutuhan packaging kepada Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Rumah Kemasan yang produktif.
Seperti diketahui, saat ini Rumah Kemasan telah berada di 24 kota di Indonesia. Namun, dari jumlah tersebut hanya beberapa yang terbilang produktif seperti di Bandung, Jawa Barat, dan Sidoarjo, Jawa Timur.
Adapun sampai dengan 2017 yang telah diberikan fasilitas konsultasi untuk meningkatkan kualitas produk mencapai 6.998 desain kemasan, 7.396 desain merek, dan bantuan kemasan cetak kepada 351 IKM.
"Selain berfungsi sebagai wadah produk, kemasan dibuat untuk memberi perlindungan terhadap produk. Selain itu, kemasan berperan untuk meningkatkan citra yang menarik konsumen agar membeli produk itu," kata Gati pada Jumat (15/12/2017).
Dia menjelaskan bagi IKM yang belum memiliki permodalan yang cukup untuk membuat kemasan, Kemenperin akan membuat program link and match dengan industri kemasan berskala besar.
Akan tetapi, kemasan yang ditanggung oleh industri besar ini hanya untuk satu kali, lebih lanjut IKM ini harus berupaya untuk memiliki permodalan yang kuat untuk membuat kemasan secara mandiri melalui UPT Kemasan.
"Hal ini penting karena pada tahun depan akan diterapkan Standar Nasioanal Indonesia [SNI] wajib untuk makanan yang dikemas oleh bahan karton. IKM pada tahun depan tidak ada alasan untuk tidak siap karena itu untuk kesehatan," ujarnya.
Gati mengungkapkan kendala lain IKM saat ini, kesadaran pelaku bisnis untuk mendaftarkan produknya agar memiliki sertifikasi SNI. Selain itu biaya untuk mengajukan pendaftaran SNI ini terbilang cukup mahal bagi IKM. "Kemenperin akan membantu mempermudah IKM mendapat SNI."
Dia menilai standar pengemasan yang ketat telah diterapkan oleh negara maju, seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan Korea Selatan.
Negara-negara tersebut merupakan pasar tujuan ekspor produk pangan Indonesia. Dengan demikian, produk makanan dan minuman Indonesia harus memiliki standar yang sesuai agar diterima secara baik.
Kemenperin mencatat IKM menjadi salah satu penyangga perekonomian nasional. Pada 2016, jumlah IKM mencapai 4,4 juta unit dan menyerap tenaga kerja 10,1 juta orang. Selain itu, IKM berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,27% persen.
Sementara itu, berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Kemenperin memiliki target penciptaan 20.000 wirausaha baru.
Untuk mencapai target tersebut, Kemenperin Kemenperin telah melaksanakan program pemberian fasilitas pengembangan produk IKM, restrukturisasi mesin/peralatan, dan pameran.