Bisnis.com, JAKARTA— Pengembangan pendidikan vokasi diharapkan jadi solusi untuk masalah kualitas tenaga kerja yang merupakan kendala dalam percepatan pembangunan kawasan perdesaan.
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjoyo mengatakan kurangnya kualitas SDM di pedesaaan dikarenakan sebagian besar tenaga kerja di kawasan perdesaan masih didominasi lulusan sekolah dasar (SD) yakni sebesar 57,79%.
Menyusul kemudian tenaga kerja lulusan SMP sebanyak 18,87%. Sedangkan tenaga kerja lulusan sekolah menengah atas (SMA) hanya berjumlah 13,07%.
“Salah satu kendala dalam percepatan pembangunan kawasan perdesaan adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM). Sebagian besar tenaga kerja di desa adalah lulusan sekolah dasar yakni hampir 57,79%, lulusan SMP 18,87% dan lulusan SMA 13,07%,” kata Eko dalam keterangan resmi, Minggu (10/12/2017).
Dalam sambutannya pada Rapat Kerja Forum Perguruan Tinggi untuk Desa (Pertides) yang bertajuk ‘Peningkatan Efektifitas Dana Desa’, dia menilai kurangnya kualitas tenaga kerja tersebut mempengaruhi berbagai program percepatan pembangunan kawasan perdesaan.
Oleh karena itu dibutuhkan program peningkatan kualitas sumber daya manusia di kawasan perdesaan melalui pendidikan vokasional atau pendidikan kejuruan.
Baca Juga
Dengan sistem kejuruan, tenaga kerja di kawasan perdesaan bakal mendapatkan berbagai pendidikan terapan yang dibutuhkan di lapangan kerja.
“Perlu model program pendidikan vokasional di desa-desa. Universitas atau kalangan perguruan tinggi bisa mewujudkan hal tersebut sehingga akan ada peningkatan kualitas tenaga kerja di perdesaan secara masif,” katanya.
Eko mengatakan pihaknya tengah menyiapkan berbagai program inovasi desa yang dijalankan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dengan anggaran hingga Rp100 miliar.
Program tersebut nantinya akan membiayai berbagai produk inovasi termasuk di dalamnya program-program dari pendidikan vokasional.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, dia memberikan apresiasi terhadap kontribusi Pertides (perguruan tinggi desa) dalam berbagai program percepatan pembangunan kawasan perdesaan.
Dia mencontohkan keterlibatan Pertides dalam proses rekrutmen pendamping desa dan KKN Tematik. Dalam hal rekrutmen pendamping desa, tahun ini Kemendes PDTT melakukan rekrutmen pendamping desa secara online atas arahan Pertides.
“Pertides banyak membantu dalam memberikan pelatihan-pelatihan melalui program KKN Tematik yang tahun lalu ada sekitar 45 ribu mahasiswa seluruh Indonesia yang tergabung dengan Pertides dan ditempatkan di daerah - daerah dan desa – desa,” ujarnya.
Eko berharap kerjasama antara Kemendesa PDTT dan kalangan perguruan tinggi di masa depan bisa ditingkatkan, Pertides bisa melakukan survei terkait evaluasi 3 tahun implementasi program dana desa.
Hasil riset tersebut diharapkan bisa di-publish ke publik sehingga nantinya ada masukan dari berbagai kalangan untuk meningkatkan efektivitas program dana desa.
Sementara itu, Ketua Pertides, Kadarsyah, berharap program pendidikan kejuruan tak hanya mendapat perhatian dari pemerintah. Kalangan industri juga diminta mempunyai komitmen yang sama terhadap pengembangan pendidikan vokasi di Indonesia. Pasalnya, penyerap utama tenaga kerja di Indonesia saat ini adalah kalangan industri.
“Jadi ini intinya, komitmen pemerintah lalu support dari kalangan industr. Perguruan tinggi akan mengikuti dari penyusunan kurikulum,” kata Kadarsyah.