Bisnis.com, JAKARTA - Harga batu bara acuan (HBA) rata-rata 2017 hampir bisa dipastikan menjadi yang tertinggi selama 4 tahun terakhir setelah bertengger di level US$85,18 per ton hingga November.
Tingginya HBA tahun ini tak lepas dari stabilnya harga bulanan sepanjang Januari-November 2017. Tercatat, hanya dua kali HBA goyah ke bawah level US$80 per ton pada tahun ini, yakni Junia di level US$75,46 per ton dan Juli US$78,95 per ton.
Sisanya, HBA selalu berada di atas level US$80 per ton. Bahkan, dari September-November 2017, HBA sudah bertengger di atas level US$90 per ton.
Adapun, kenaikan HBA tersebut memang disebabkan oleh peningkatan harga pada empat indeks pembentuk HBA. Keempat indeks penyusun tersebut adalah Indonesia Coal Index (ICI), New Castle Global Coal (GC), New Castle Export Index (NEX), dan Platts59. Masing-masing indeks memiliki bobot 25%.
Faktor pendorongnya ada bermacam-macam. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan faktor eksternal menjadi yang utama.
Alhasil, tingginya harga batu bara kali ini belum benar-benar mencerminkan kondisi pasar yang stabil. "Kami melihat masih banyak dipengaruhi faktor eksternal," tuturnya kepada Bisnis baru-baru ini.
Meskipun begitu, tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi pasar batu bara pada tahun ini sudah jauh memnbaik dari dua hingga tiga tahun ke belakang. Meskipun belum signifikan, permintaan batu bara mulai tumbuh kembali.