Bisnis.com, MALANG—Skema baru Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang akan terbit dikhawatirkan berpotensi menganggu realisasi program 1 juta rumah karena mengurangi tingkat kemampuan end user membeli rumah.
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengatakan dengan pemangkasan bunga subsidi kurang dari 20 tahun, maka tingkat kemampuan konsumen rumah bersubsidi otomatis akan berkurang.
“Mereka akan menyediakan uang muka yang lebih besar,” ujarnya ujarnya pada pembukaan Musda V DPD Apersi Jatim 2017 di Malang, Kamis (23/11/2017).
Yang menjadi masalah lagi, terkait dengan ketentuan tingkat kemampuan gaji dihitung dari keluaga, bukan individu pemohon, sehingga dikhawatirkan justru banyak calon end user justru tidak layak mendapatkan KPR karena penghasilannya lebih dari Rp4,5 juta, batas maksimal penerima subsidi. Serapan rumah bersubsidi makin berkurang.
Karena itulah, masalah-masalah tersebut perlu diperjelas agar tidak mengganggu program pemerintah dalam menyediakan 1 juta rumah.
Direktur Perencanaan Pembiayaan Perumahan Ditjen Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Eko D. Heripoerwanto mengatakan perlu diketahui bahwa bantun untuk rumah bersubsdi bukan hanya pada FLPP, melainkan juga Subsidi Selisih Bunga (SSB).
Baca Juga
Agar masyarakat tidak bingung, maka dalam implementasi SSB dan FLPP dibuat saling komplementer dan serasi.
Dengan begitu, kata dia, maka masyarakat tidak bingung saat mendapatkan layanan subsidi perumahan. Bagi masyarakat, layanan mirip karena beban yang mereka tanggung sama. Yang tahu pola subsidi perumahan menggunakan FLPP ataukah SSB bank.
Pengurangan masa subsidi KPR rumah bersubsidi, baik lewat skema FLPP maupun SSB, kata dia, karena terbatasnya anggaran yang tersedia. Kebijakan itu merupakan solusi jalan tengah.
Dia yakin, konsep itu tetap menguntungkan masyarakat. Hal itu terjadi karena membeli rumah itu memang terasa berat bagi keungan keluarga pada 10 tahun pertama.
Namun untuk selanjutnya, tidak lagi terasa berat bersamaan dengan kenaikan gaji maupun terjadinya inflasi. “Tapi ini masih dikaji, masih belum ditetapkan,” ujarnya.
Direktur PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau Bank BTN Adi Setianto mengaku optimistis masalah FLTP dan SSB segera selesai setelah berbagai pemangku kepentingan bertemu untuk berdiskusi.
“Kami siap memfasilitasi. Di setiap Korwil Apersi mengadakan pertemuan dan kami siap datang,” ujarnya.
Tahin ini, Bank BTN menargetkan penyaluran kredit konstruksi dan KPT untuk 660.000 unit yangh terdiri atas 504.122 unit KPR bersubsidi dan 161.878 unit konstruksi nonsuibsidi.
Ada pun sampai triwulan III/2017, Bank BTN telah merealisasikan KJPR untuk 167.000 rumah dan 300.000 dalam bentuk konstruksi. “Informasi terakhir, saat ini target tersebut sudah terpenuhi,” katanya.