Bisnis.com, JAKARTA-- PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) akan melakukan langkah tegas dalam merevisi power purchase agreement harga jual listrik pembangkit listrik tenaga uap.
PLN tengah merevisi harga jual listrik PLTU berskala besar yang telah menandatangani PPA, namun belum masuk tahap konstruksi. Upaya tersebut untuk menurunkan harga listrik agar tarif listrik di masyarakat bisa murah.
Hal ini menyusul permintaan pemerintah melalui surat yang dikirimkan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral kepada Direksi PLN.
Dalam surat yang ditandatangani Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Andy N. Sommeng ter tanggal 3 November 2017 mencantumkan, PLN menurunkan harga jual PLTU berdasarkan 85% dari biaya pokok produksi (BPP) PLN setempat.
PLN tengah berupaya menurunkan harga jual listrik dari PLTU di bawah US$6 cent per kilowatt hour (kWh).
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, jika pengembang menetapkan harga listrik terlalu mahal, maka PLN tidak akan melanjutkan kerja sama.
"Jika mereka tidak mau menurunkan harga, saya akan bayar take or pay dan pinaltinya. Lebih baik proyeknya tidak usah dioperasikan," katanya menjawab bisnis di Kantor PLN, Senin (20/11).
Menurutnya, penurunan tersebut hanya didasari oleh himbauan dari pemerintah tanpa adanya regulasi.
Dia menilai hal tersebut merupakan inisiasi yang baik sebahai efisiensi.
Namun, pihak PLN tidak menyebutkan mana-mana saja pembangkit yang akan diturunkan harga listriknya itu. PLN berhasil menurunkan harga listrik dua pembangkit yaitu cirebon Expansion 1.000 MW dan Tanjung Jati A Jawa 3 2x660 MW.
Harga listrik tersebut berhasil diturunkan dari di atas US$6 cent per kWh menjadi US$5.5 cent per kWh.
Sofyan mengatakan, pihaknya akan menguasai batu bara demi harga listrik yang murah. Jika seluruh PLTU beroperasi maka 'perusahaan plat merah' tersebut akan memerlukan pasokan batu bara 150 juta ton per hari.
"PLN perlu mengawasi hulu batu bara agar harga listrik murah."