Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Freeport, RI Tak Perlu Terapkan Resource Nationalism

Pengamat Kebijakan Mineral Rachman Wiriosudarmo menilai Indonesia tidak perlu dengan serta merta menerapkan resource nationalism hanya karena kebijakan tersebut marak diterapkan di banyak negara.
Menteri ESDM Ignasius Jonan (dari kanan), memberikan paparan didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan CEO Freeport McMoRan, Richard Adkerson, saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (29/8)./JIBI-Dwi Prasetya
Menteri ESDM Ignasius Jonan (dari kanan), memberikan paparan didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan CEO Freeport McMoRan, Richard Adkerson, saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (29/8)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA-- Pengamat Kebijakan Mineral Rachman Wiriosudarmo menilai Indonesia tidak perlu dengan serta merta menerapkan resource nationalism hanya karena kebijakan tersebut marak diterapkan di banyak negara.

Menurutnya saat ini Indonesia menerapkan prinsip resource nationalism, yaitu kebijakan negara dengan tujuan mempersempit ruang gerak investasi asing di sektor pertambangan mineral, minyak dan gas bumi.

"Seperti kebijakan pemerintah terhadap divestasi 51% saham Freeport. Menurutnya, hal ini untuk mengedepankan kepentingan nasional dan kedaulatan negara," katanya melalui keterangan pers, Senin (30/10).

Resource nationalism pada umummya dilakukan karena tekanan politik atau karena berkembangnya ideologi tertentu yang berpengaruh kuat terhadap perkembangan politik dalam negeri.

Namun demikian inti dari resource nationalism adalah adanya anggapan bahwa investor asing mendapatkan ‘terlalu banyak kenikmatan’ dari investasi, terutama pada waktu harga komoditas mengalami peningkatan yang tinggi.

Hal ini menurutnya, kegiatan eksplorasi pertambangan merupakan kegiatan risiko tinggi dengan tingkat kesuksesan rendah.

"Kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan tidak selalu berhasil. Kalaupun ditemukan cadangan, belum tentu cadangan tersebut menguntungkan untuk ditambang. Cadangan terlalu kecil yang terdapat dilokasi yang sulit atau terpencil cenderung tidak menguntungkan atau tidak feasible," katanya.

Rachman mengatakan, hanya perusahaan pertambangan yang kuat yang mampu mengatasi tantangan tersebut. Perusahaan pertambangan besar harus bermodal kuat, memiliki dan menguasai teknologi dan akses pasar.

Menurutnya, hal tersebut membuat perusahaan pertambangan besar internasional yang mendominasi investasi pertambangan di negara berkembang, termasuk di Indonesia.

Perusahaan nasional tidak dapat dominan di sektor pertambangan. Menurutnya, pada umumnya investor nasional tidak bersedia. Penyebabnya antara lain karena tidak cukup kuat, dan juga masih banyak peluang investasi lain dengan risiko yang lebih ringan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper