Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lifting Minyak Masih di Bawah Target

Realisasi produksi minyak mentah harian dari wilayah kerja minyak dan gas bumi di Tanah Air belum bisa mencapai target 815.000 barel per hari (bph) seperti yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017.

Bisnis.com, JAKARTA—Realisasi produksi minyak mentah harian dari wilayah kerja minyak dan gas bumi di Tanah Air belum bisa mencapai target 815.000 barel per hari (bph) seperti yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang diterima Bisnis, Kamis (19/10/2017), produksi minyak harian per 16 Oktober 2017 mencapai 785.336 bph. Adapun, rata-rata produksi bulanan sebesar 785.038 bph dan rata-rata produksi tahunan sebesar 804.612 bph.

Berbeda dengan produksi minyak, realisasi produksi gas justru melampaui target yakni sebesar 7.613 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/MMscfd) pada 16 Oktober 2017 dari target 6.403,12 MMscfd. Sementara itu, produksi rata-rata bulanan sebesar 7.613 MMscfd dan rata-rata produksi tahunan sebesar 7.596 MMscfd.

Adapun, rendahnya realisasi produksi disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, masalah di fasilitas produksi. Kedua, masalah pada konsumen (offtaker). Ketiga, masalah operasional. Keempat, masalah keekonomian.

Terdapat beberapa kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang menonaktifkan fasilitas produksi karena adanya kegiatan tertentu (planned shut down).

Pertama, BP Berau yang mematikan sementara fasilitas produksinya sejak 12 Oktober hingga 24 Oktober sehingga produksi minyak berkurang 2.000 bph dan gas 326 MMscfd. Kedua, Star Energy yang melakukan planned shut down hingga 31 Oktober. Akibatnya, produksi minyak berkurang 1.500 bph dan gas 4 MMscfd. Ketiga, Pertamina EP yang melakukan perawatan sehingga mengakibatkan produksi minyak turun 1.400 bph dan kini sedang dalam proses penaikan produksi.

Keempat, Chevron Indonesia Company yang melakukan perbaikan dari 15 Oktober hingga 26 Oktober sehingga mengakibatkan produksi minyak berkurang 700 bph dan gas 4 MMscfd. Kelima, Pertamian Hulu Energi Offshore North West Java yang menonaktifkan enam sumurnya dan mengakibatkan produksi turun 500 bph untuk minyak dan 12 MMscfd gas.

Selain itu, terdapat tiga kontraktor yang melakukan tindakan menonaktifkan fasilitas produksi secara mendadak (unplanned shut down) yakni, Chevron Indonesia Company, Chevron Pacific Indonesia dan Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ).

Atas unplanned shut down oleh Chevron Indonesia Company di wilayah kerja unitisasi East Kalimantan dan Attaka, produksi minyak turun 900 bph. Kemudian, unplanned shut down di Blok Rokan mengakibatkan 700 bph minyak berkurang produksinya karena 11 sumur Minas nonaktif akibat masalah injeksi air atau water injection. Di Blok Offshore North West Java (ONWJ), produksi berkurang 500 bph dan gas 4 MMscfd karena dua sumur dimatikan.

Untuk masalah lainnya yakni karena faktor konsumen dialami kontraktor ConocoPhillips Grissik Limited di Blok Corridor dan Mubadala Petroleum di Blok Sebuku. Untuk Blok Corridor, terdapat penurunan penyerapan dari konsumen yakni South Sumatra West Java (SSWJ) dan Singapura sehingga mengakibatkan turunnya produksi minyak sebesar 1.400 bph dan gas 74 MMscfd. Pada Blok Sebuku, terdapat masalah pada Kilang Amonia milik PT Pupuk Kalimantan Timur dan mengakibatkan produksi minyak turun 100 bph dan gas 14 MMscfd.

Realisasi produksi yang masih rendah juga diakibatkan karena masalah operasional yang dialami empat kontraktor yakni Medco Natuna di South Natuna Sea Block B, PHE ONWJ di Blok ONWJ, Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) di Blok West Madura Offshore (WMO) dan Odira Energy Persada di Blok Karang Agung.

Produksi minyak Medco Natuna berkurang 3.400 bph karena beberapa sumur dimatikan karena adanya pengeboran sumur KA-12. Sumur dimatikan untuk menghindari lumpur dari kegiatan di sumur KA-12. Lalu, produksi minyak PHE ONWJ berkurang 1.200 bph dan produksi minyak PHE WMO turun 1.000 bph. Terakhir, di Blok Karang Agung, Odira mematikan dua sumur karena tingginya kandunngan garam sehingga produksi minyak turun 500 bph.

Masalah lain yang mengakibatkan rendahnya produksi minyak yakni karena alasan keekonomian. Hal itu terjadi pada Pertama EP pada Lapangan Udang karena pecahnya plate coupler dan kebocoran inter cooler sehingga mengakibatkan produksi minyak berkurang 900 bph.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sepudin Zuhri
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper