Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan melakukan kajian terhadap mekanisme pemberian subsidi pelayanan publik atau public service obligation terhadap kereta api jarak jauh, menengah, dekat, dan Kereta Rel Listrik Commuter Line agar tepat sasaran.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulmafendi mengatakan kajian pemberian subsidi pelayanan publik (public service obligation/PSO) diperlukan mengingat kemampuan pemerintah terbatas.
Dengan demikian, lanjutnya, dana subsidi yang ada benar-benar bermanfaat bagi masyarakat yang memang membutuhkannya.
“Kemampuan pemerintah juga terbatas, ini membuat kita melakukan kajian, memperhatikan apa yang ada betul-betul bermanfaat bagi masyarakat,” kata Zulmafendi di Jakarta pada Senin (9/10/2017).
Dia menjelaskan pemberian subsidi PSO terhadap penumpang moda transportasi berbasis rel merupakan salah satu bentuk tugas pemerintah. Oleh karena itu, lanjutnya, perlu ada evaluasi mekanisme pemberian subsidi agar tepat sasaran di masa yang akan datang.
Saat ini, ungkapnya, jumlah penumpang moda transportasi berbasis rel tersebut sudah cukup tinggi. Jumlah penumpang KRL Commuter Line saja, paparnya saat ini telah mencapai 1 juta orang dalam sehari.
“Untuk Commuter Line sangat signifikan, sudah melampaui 1 juta ditambah angkutan jarak jauh dan sedang,” katanya.
Dia menjelaskan pihaknya berharap dapat mengetahui individu-individu yang memang seharusnya menerima subsidi PSO dan cara memberikan kepada para pengguna moda transportasi berbasis rel bersubsidi dengan adanya kajian yang dilakukan.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Muhammad Nurul Fadhila mengatakan dirinya menemukan pengguna KRL Commuter Line yang biasanya mengeluarkan biaya hingga Rp200.000 dari Jakarta menuju Cikarang.
Menurutnya, pengguna KRL Commuter Line tersebut tidak mengeluhkan besaran biaya yang dikeluarkannya untuk melakukan perjalanan dari Jakarta menuju Cikarang sebesar Rp200.000 ketika menggunakan angkutan umum berbasis jalan raya.
Penumpang tersebut, ungkapnya, hanya mengeluh terkait dengan kemacetan yang dialaminya ketika melakukan perjalanan.
Dengan beralih menggunakan KRL Commuter Line, lanjutnya, penumpang tersebut mendapatkan keuntungan yang sangat besar meskipun dirinya mampu membayar hingga Rp200.000.
Oleh karena itu, dia menilai sudah waktunya pemberian subsidi PSO terhadap individu-individu yang memerlukannya. Untuk itu, lanjutnya, Kementerian Perhubungan memiliki pekerjaan rumah untuk memfilter orang-orang yang tepat menerima subsidi.
Menurutnya, pemilahan individu-individu yang pantas menerima subsidi PSO KRL Commuter Line perlu dilakukan atas nama keadilan. Masyarakat, lanjutnya tidak akan pernah merasa membayar tarif KRL Commuter Line dengan wajar jika tidak ada pemilahan.
Sebelumnya, Akademisi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno menilai, pemerintah daerah bisa diikutsertakan dalam memberikan subsidi PSO terhadap penumpang-penumpang moda transportasi KRL Commuter Line.