Bisnis.com, JAKARTA - Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIGB) mengungkapkan, bahwa sejumlah perusahaan 'gulung tikar' karena tak mampu mengatasi tingginya harga gas untuk industri yang mencapai US$9 per MMBTU.
Ketua Umum FIGB Achmad Safiun mengungkapkan perusahaan yang bangkrut tersebut diantaranya 8 dari industri sektor keramik, 1 industri sektor kaca, dan 36 sektor industri sarung tangan dan latex. Namun, dia enggan merincikan nama-nama perusahaannya.
"Masalahnya, karena harga gas tinggi. Mereka tidak mampu menyisiasati harga gas. Selain itu, gempuran pesaing dari negara lain atau importir yang lebih murah juga menjadi penyebabnya," kata Achmad saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Senin (9/10/2017).
Jusmery Chandra dari Asosiasi Keramik Indonesia (Asaki) mengatakan, harga gas untuk kebutuhan industri keramik bisa mencapai 45% dari harga pokok produksi (HPP).
"Biaya gas ini cukup mahal. Dan 8 industri keramik lebih memilih untuk ditutup."
FIGB mendesak agar pemerintah memerhatikan hal ini dan kembali menurunkan harga gas sesuai dengan deregulasi Peraturan Presiden no.40/2016. Dalam rapat terbatas 4 Oktober 2016, Presiden Jokowi menginstruksikan harga gas untuk industri hanya US$ 5-6 per MMBTU.
Baca Juga
Achmad Safiun mengungkapkan, sampai saat ini harga gas yang ditanggung oleh industri berbeda-beda tergantung dari wilayah, perjanjian dengan kontraktor, dan insentif. Dia menjelaskan semisal dilihat dari segi wilayah, saat ini harga gas di Sumatra Utara mencapai US$9,95 per MMBTU, Jawa Barat US$9,2 per MMBTU, dan Jawa Timur US$8,2 MMBTU..
"Tidak ada opsi lain bagi pemerintah untuk mempertahankan keberlangsungan bisnis industri dan harus segera menurunkan tarif gas," imbuhnya.