Kabar24.com, JAKARTA--Wakil Ketua Komisi VII DPR Herman Khaeron menegaskan bahwa jawaban pemerintah atas isu penurunan daya beli masyarakat seharusnya dijelaskan oleh institusi resmi sehingga tidak menjadi isu politik.
Menurutnya, melalui penjelasan dari institusi resmi maka persoalan penurunan daya beli bisa dipahami masyarakat. Artinya, pemerintah harus mengeluarkan data resmi sehingga menghindari salah persepsi terkait isu tersebut.
“Tentu kalau pun ada bantahan semestinya BPS memberi penjelasan pula,” ujar Herman dalam acara Dialektika Demokrasi bertajuk APBN 2017 dan Polemik Daya Beli Masyarakat, di Gedung DPR, Kamis (5/10/2017).
Dia mempertanyakan bagaimana bisa pergeseran tren belanja offline ke online sebagaimana dikatakan Presiden Jokowi merupakan salah satu penyebab penurunan daya beli yang berdampak pada penutupan gerai belanja. Padahal, ujarnya, pergeseran itu seharusnya tidak memengaruhi daya beli dan pertumbuhan ekonomi.
Dia juga menyebutkan bahwa isu daya beli yang tengah menjadi wacana bukan merupakan persoalan politik yang disuarakan oleh mereka yang berada di luar pemerintahan.
Penurunan daya beli itu sendiri, lanjut Herman, memang benar-benar terjadi. Bahkan, penurunan daya beli tersebut sudah berdampak pada penutupan sejumlah gerai-gerai unit usaha tertentu.
Baca Juga
Herman mengatakan saat ini rakyat memang sedang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya sehari-hari.
“Jangankan untuk membeli kebutuhan papan, untuk pangan atau sandang saja agak sulit. Rakyat sedang susah jangan ditutupi dengan sesuatu yag menjadikan lebih susah,” ujar Herman.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Eky Awal Mucharam mengatakan isu publik yang harus diselesaikan saat ini adalah persoalan keadilan ekonomi. Dia menyebutkan pembangunan infrastruktur yang diharapkan mampu mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi sulit untuk diwujudkan karena yang menikmati hanya segelintir orang.
“Kondisi seperti saat ini haruslah menjadi perhatian serius semua pihak, khususnya pemerintah,” ujarnya.
Dia mencontohkan pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung yang lebih banyak menguntungkan pemilik usaha properti di sepanjang koridor tersebut.
Rakyat banyak yang seharusnya menikmati hasil pembangunan, ujarnya, tidak banyak menikmati pembangunan infratruktur itu. Pasalnya, sektor usaha di sepanjang koridor itu tidak dinikmati oleh rakyat banyak.