Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Energi Baru Terbarukan (EBT) Halim Kalla mengatakan, jika Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menginginkan harga listrik 2 sen dolar AS per kilo Watt hour (kWh) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Uni Emirat Arab (UEA), maka pemerintah harus meninjau kebijakan yang ada.
Menurut Halim, harga listrik dari PLTS di UEA bisa jauh lebih murah, karena pemerintahnya memberikan insentif yang membuat investasi jauh lebih efisien. Insentif tersebut berupa bunga bank yang rendah, lahan yang sudah dibebaskan, serta pembebasan pengenaan pajak.
"Itu tidak apple to apple, karena di Dubai di Arab bunga nol, insentif khusus, lahan gratis, transmisi sudah tersedia, dan skala besar sehingga efektif," katanya, Selasa (3/10/017).
Halim Kalla mengatakan, insentif yang dimaksud adalah bunga pinjaman rendah di bawah 5% dan pengenaan pajak rendah dan tersedianya lahan.
"Insentif pajak dan lahan itu penting, finansial juga penting. Kalau tanpa bunga rendah 5% itu tidak jalan," kata Halim
Target pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) fotovoltaik terpasang 6.400 megawatt pada 2025. Hingga saat ini pemanfataan PLTS secara nasional tahun 2017 baru mencapai 80 MW.
Salah satu yang membuat perusahaan keberatan, masih menyangkut soal tarif jual listrik kepada perusahaan listrik pelat merah itu. Tarif jual listrik PLTS dipatok 85% dari harga biaya pokok produksi (BPP) PLN. Hal ini tercantum dalam Permen ESDM no. 50/2017.
Tapi bukan berarti PLN tak bisa membeli dengan harga lebih rendah dari itu, sebab Permen ini hanya mengatur harga pembelian 'paling tinggi', jadi PLN masih punya ruang untuk negosiasi.
Tarif listrik PLTS paling rendah dibandingkan energi baru lainnya seperti PLTA dan PLTP (panas bumi) yang bisa ditarif paling tinggi 100% dari BPP.