Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha pertambangan berharap agar pemerintah bisa menjamin investasi jangka panjang di tengah fluktuasi harga komoditas.
Deputi Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan bahwa pertambangan merupakan industri jangka panjang. Dia menyatakan siap mendukung setiap kebijakan yang bisa mendukung hal tersebut.
"Kalau lebih ke short term, kita agak sulit untuk membuat kalkulasi, estimasi, dan proyeksi untuk jangka panjang," katanya di sela-sela acara Pertambangan & Energi Expo 2017, Selasa (26/9/2017).
Terkait dengan kondisi pertambangan pada semester II/2017, khususnya batu bara, dari sisi harga sudah mulai stabil di level yang tinggi. Namun, lanjutnya, hampir semua konsensus di kalangan pengamat dan industri meragukan harga ini bisa tetap bertahan.
Pasalnya, tingginya harga tersebut lebih banyak dipengaruhi faktor-faktor eksternal di luar kendali pelaku industri. Misalnya, tertekannya dolar AS, situasi geopolitik di Asia Timur, khususnya di Korea Utara, serta kebijakan di China yang masih belum pasti.
"Jadi, market masih belum terlalu yakin harga ini akan sustain. Tapi kami pelaku usaha melihat hal ini sudah di level yang positif," ujarnya.
Berdasarkan data yang dirilis Kementerian ESDM, HBA September 2017 tercatat senilai US$92,03 per ton. Adapun sepanjang tahun ini, HBA bulanan baru dua kali berada di bawah level US$80 per ton, yakni pada Juni senilai US$75,46 per ton dan Juli US$78,95 per ton.
Alhasil, harga rata-rata sepanjang periode Januari-September 2017 pun berada di level yang positif. Rata-rata HBA Januari-September 2017 tercatat senilai US$83,13 per ton. Harga tersebut jauh di atas rata-rata 2016 yang hanya US$61,84 per ton.